Ekstra Part | Dua Insan yang Berharga (2)

665 25 12
                                    

"Alhamdulillah, kamu sadar Dek. MasyaAllah!" pekik Farhan senang. Dengan diiringi airmatanya yang mengalir, menangis terharu.

Fidya menatap area sekitar, ia tidak melihat Fina dan Naufal. Kemana mereka?

"Ibu sama Ayah mana? Mereka udah sembuh kan?" tanya Fidya terdengar dingin. Mungkin, Fidya masih marah pada Farhan.

"Dek, mereka----"

"Aku ingin ketemu sama mereka, Kak!"

Farhan menggeleng tegas. "Maaf Dek, kondisi kamu masih lemah bahkan baru bangun dari masa kritis."

Fidya merengek. "Kak..."

"Gak boleh, kamu harus nurut ya?" pinta Farhan.

Air mata Fidya berjatuhan, rasa rindunya memuncak, sudah hampir sebulan ia tidak bertemu dengan kedua orangtuanya dan Farhan melarangnya? Apa maksudnya?

"Jahat!"

"Maksud kamu apa Dek?" tanya Farhan tidak mengerti.

"Kakak gak pernah ngertiin aku! Gak ngerti apa keinginanku, ketakutanku, waktu itu! Sekarang, kakak teganya menolakku untuk ketemu Ibu sama Ayah!" ucap Fidya histeris.

Farhan terkejut bukan main. Adiknya histeris, apa selama ini dirinya tidak mengerti perasaan adiknya?

Farhan mengusap wajahnya dengan kasar. "Baiklah, Kakak akan mengantarmu pada Ayah dan Ibu tapi denga satu syarat kamu gak boleh marah dan ikhlas."

"Ikhlas? Maksudnya apa Kak?" tanya Fidya. Ia merasa ganjil dengan ucapan Farhan dengan kata ikhlas, maksudnya apa? Apa artinya?

Farhan mengelus kepala Fidya dengan lembut, berusaha tuk tersenyum---tersenyum getir. "Nanti kamu juga tahu." Farhan pun duduk mengambil bubur yang sudah disediakan oleh suster tadi pagi. Kemudian ia menyuapi sang adik, tepat didepan bibir Fidya, Fidya menolak ia menggeleng.

"Gak mau."

"Makan Dek, biar cepet sembuh."

Fidya mendengus. "Pemaksa! Selalu saja memaksa!"

"Ini demi kebaikanmu."

Fidya tersenyum getir. "Kebaikanku? Apa waktu itu Kakak nyuruh aku pulang sendirian itu demi kebaikanku?!" Nada suara Fidya naik satu oktaf. Mengingat kejadian kemarin membuatnya semakin trauma, bahkan selalu ketakutan.

"Jangan bahas itu Adek!" Farhan ikut emosi. Ia menaruh piring berisi bubur diatas nakas.

"Kenapa?! Kenapa?! Jawab?!" bentak Fidya.

"Pokoknya jangan bahas!" tegas Farhan kekeh.

"Nyesel kan?" Fidya tertawa lirih.

Mata Farhan langsung menatap Fidya dengan tajam. "Nyesel? Maksud kamu apa Dek?"

"Nyesel kan udah biarin aku sendirian? Sampe-sampe aku itu mau mati!" bentak Fidya. Emosinya benar-benar sudah meledak terdengar sampai luar ruangan. Hingga Irfan masuk keruangan dengan panik.

"Ada apa ini?" tanya Irfan. Ia berlari menghampiri Fidya dan Farhan bertengkar.

Fidya terkejut, Irfan menjenguknya? Pria itu selalu ada disampingnya, bahkan selalu ada. Pantaskan ia sebut Irfan pahlawan hidupnya? Air mata Fidya berjatuhan secara mendadak, Farhan panik bukan main begitupula dengan Irfan.

"Adek ... Kakak minta maaf gak bermaksud----"

"Fidya, kamu baik-baik saja?"

Fidya segera mengusap airmatanya dengan cepat, kemudian menatap Farhan dan terkekeh pelan. "Engga apa-apa Kak, emosiku mulai lagi." Ia menjeda 5 detik kemudian ia berkata sambil menatap Irfan, "terima kasih sudah menjengukku."

ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang