Chapter 41 | Kejamnya Dunia

267 20 12
                                    

Note : Perhatian! Di chapter ini ada unsur adegan kekerasan, darah, dan mohon maaf apabila terkesan tidak nyaman, jika tidak nyaman skip saja ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note : Perhatian! Di chapter ini ada unsur adegan kekerasan, darah, dan mohon maaf apabila terkesan tidak nyaman, jika tidak nyaman skip saja ya?. Sekali lagi mohon maaf🙏. Dimohon untuk kebijakannya.

-🍁🍁-

Tubuh Fidya lemas, saat Rian berhasil melakukan aksi kejamnya itu, air matanya engga berhenti dengan deras air mata itu jatuh pada pipinya.

Fidya menggeleng kuat, berusaha untuk menyakinkan ini adalah mimpi buruk. Setelah ini, ia akan bangun dari tidurnya.

Namun, tidak.

Tapi disisi lain, ia bersyukur Allah masih menolongnya, setidaknya mahkota yang ia jaga masih ada.

Suara tertawaan kini terdengar membuat Fidya merinding, ia bersembunyi di pojok kanan sana, menelungkupkan wajah berharap suara tertawaan itu menghilang.

"Fidya...," lirih sosok wanita itu penuh ketakutan. Fidya jadi merinding, apakah itu hantu? Ada-ada saja, namun suara itu semakin mendekat bahkan derapan langkah terdengar jelas. Ia linglung mencari wujud sosok itu namun tidak nampak. Apakah karena ruangannya gelap?

"Gue akan habisin lo sekarang juga!" gertak sosok wanita itu, Fidya semakin kalut, ia berdiri dan berlari ke arah lain namun naas baru beberapa langkah ia berlari, wanita itu mencekal kedua tangannya.

"Aduh, gimana nih..."

Fidya menoleh kebelakang ternyata sosok perempuan itu...

"Hi---hinata? A--pa yang kamu lakukan disini?" tanya Fidya terbata-bata, mengucapkan nama gadis itu membuatnya ketakutan apalagi jika berhadapan seperti ini. Fidya masih trauma.

Hinata tersenyum sinis, kemudian ia tertawa dengan keras, "Ngejalanin rencana keluarga gue."

Fidya membalikan badannya hingga berhadapan dengan Hinata dengan penuh keberanian, "Rencana apa? Kok...,"

"Gak usah banyak tanya deh."

"Tapi kan---" Fidya menghentikan ucapannya saat ada benda yang menancap di tubuhnya itu, Fidya merasakan seperti ada yang mengalir secara deras, benda itu dicabut kembali. Pandangan Fidya buram, bahkan rasa sakitnya mulai terasa sekarang.

Ya Allah, jika Engkau menakdirkan bahwa aku mati sekarang, aku... ikhlas. Mungkin, Engkau tahu apa yang selama ini aku menderita setiap harinya, mungkin Engkau menginginkanku tuk tidak menderita lagi...

ALLAH, SAVE ME ! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang