And here the special part. Happy reading!
Jangan lupa videonya diputer waktu adegan Laura nyanyi. Anggep aja di video itu suaranya our majesty Laura ehehe.
Sore ini, mobilku sudah meluncur menuju rumah sakit tempat Laura bekerja. Kemarin dia memintaku untuk menginap di apartemennya malam ini. Karena aku tidak dinas besok, jadi aku iyakan saja permintaannya. Toh aku juga jarang menginap di apartemennya, Laura yang lebih sering datang untuk menginap dirumahku.
Sebenarnya sebelum Om Edwin meninggal, mereka tinggal di daerah perkomplekan di tengah kota. Tapi setelah Om Edwin meninggal, Laura memutuskan untuk membeli satu unit apartemen yang lebih kecil dibandingkan rumahnya. Rumah itu terlalu besar untuk dia tempati sendiri, begitu katanya.
Jadi lah dia sekarang tinggal di apartemen yang tidak terlalu jauh dari tempatnya saat ini bekerja, mungkin hanya menempuh waktu 20 menit perjalanan, itu pun kalau jalanan tidak macet.
Aku memarkirkan mobilku di parkiran luar depan rumah sakit, masih termasuk salah satu wilayah milik rumah sakit juga. Ribet rasanya kalau harus masuk dan parkir di basement. Mesin mobil sudah aku matikan, aku melihat jam pergelangan kiri tanganku. Masih ada sepuluh menit sebelum jam shift Laura selesai. Jalanan tadi sedikit lengang, jadi aku sampai lebih cepat dari yang kuperkirakan.
Aku memainkan ponsel pintarku, mencari kegiatan lain sembari menunggu Laura. Aku membuka aplikasi Instagram, banyak notifikasi yang muncul di foto yang sudah 2 hari lalu aku upload. Ada sekitar 2500 likes dan 100 an komentar. Kebanyakan dari mereka menanyakan siapakah gerangan anak kecil yang sedang dalam gendongan itu.
Anak itu adalah keponakanku, anak dari adik bungsu mama. Tante Reni namanya. Kebanyakan keluarga mama memang menetap di Negara Kanguru. Sesekali mereka datang untuk mengunjungi kami disini. Barulah kemarin mereka mengunjungi ku karena Om Robert (suami Tante Reni) kebetulan mendapatkan undangan bisnis disini. Sekalian memperkenalkan si kecil Josh padaku.
Josh tidak rewel saat aku gendong waktu itu, dia bahkan tertawa saat aku tersenyum padanya. Wah mungkin jiwa keibuanku mulai tumbuh(?) Bagaimana? Apa sudah pantas aku menimang bayi? Wkwk.
Aku tersenyum melihat beberapa komentar lucu yang mereka berikan. Aku bukanlah seorang selebgram atau apalah sejenisnya itu. Banyak orang yang menfollow akun ku saat aku post foto yang sedang bertugas menjadi relawan PBB di daerah konflik Timur Tengah. Entahlah kenapa dari foto itu, akunku jadi diserbu banyak followers. Mungkin karena masih jarang tentara wanita Indonesia ada di tengah konflik peperangan?
Aku menyudahi melihat komentar-komentar itu, menutup aplikasi Instagram, dan menyimpan ponsel di atas dashboard mobil. Mataku melihat kearah luar, Laura sudah ada didepan pintu masuk rumah sakit. Tangan kirinya menenteng jas putih khas dokternya. Tangannya yang lain menenteng tas kerja hitamnya.
Dia terlihat dewasa dan sangat cantik sekarang dengan rok pensil warna merah itu, ditambah dengan kemeja warna putih yang memiliki aksen garis merah di tengahnya. Menampilkan kesan sosok wanita yang begitu... ah gimana ya mengungkapkannya. Pokoknya dia cantik banget, paten udah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kompilasi (Short Story)
Historia CortaPeringatan! Cerita ini mengandung lesbianism. Read at your own risk. Kisah tentang mereka mungkin lebih menyenangkan untuk diceritakan. Tapi kisah tentangmu, tentangku, tentang kita. Akan jauh lebih hebat. Percayalah. Cinta kita akan mengguncangka...