Hari-hariku terasa sepi tanpa Tamara. Aku sudah banyak mendengar kabarnya dari Laura. Laura adalah teman satu almamaterku dulu. Laura banyak sekali membantuku dan Tamara, padahal dia sudah bersiap untuk cuti dan pergi ke Australia. Tapi dia masih sempatkan untuk mengontrol perkembangan Tamara. Dan untuk kebaikannya itu, aku memberikan akomondasi gratis untuk Laura dan temannya ke Australia.
Sekarang Tamara sudah dapat melihat kembali. Ingin rasanya aku menampakkan diriku dihadapannya. Memperlihatkan fisikkku yang tidak pernah dilihat oleh matanya. Ah, tapi, aku tidak ingin. Aku tidak ingin Tamara merasa terpaksa terikat denganku. Apalagi setelah aku mengakui perasaanku padanya. Dengan penglihatannya yang sekarang, aku yakin potensi Tamara akan lebih baik lagi.
Selama ini, setelah aku menjauhkan diriku darinya, aku hanya terus menyibukkan diriku dengan pekerjaan. Pergi pagi dan pulang malam begitu seterusnya. Harus ada yang aku kerjaan, kalau tidak nanti pikiranku akan kembali pada sosok yang sangat aku rindukan itu. Aku membenci diriku yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa Tamara hanya menyayangiku sebatas sahabatnya saja, tidak kurang dan tidak lebih.
Dan entah bagaimana ceritanya, malam ini aku sudah duduk ditengah ruangan untuk melihat teater musikal. Sudah lama aku tidak menggunakan me time-ku dengan benar. Jadi, sekarang aku menyempatkan diriku untuk datang kesini. Ponsel sudah aku matikan, posisi dudukku sudah aku buat senyaman mungkin. Siap untuk menikmati pertunjukan teater musikal ini. Hmm musikal ya? Berhubungan dengan musik, musik berhubungan dengan piano, piano berhubungan denga-
"Maaf, ini kursinya kosong?"
Shit.
Tolong jangan berkata kasar Georgia. Tolong.
"Hei, boleh duduk sini?"
KASAR!
"Y-ya." It's her! The one and only Tamara! Dengan senyuman anggunnya, dia memposisikan dirinya duduk disebelahku. But wait! Dia tidak mengenaliku? Kepalaku menunduk, hatiku seketika berubah sedih. Tamara benar-benar tidak mengenaliku? Well, apa yang kamu harapkan George? Tamara tidak pernah melihat sosokmu kan?
Lampu mendadak mati, menandakan acara akan segera dimulai. Kepalaku terangkat, berusaha sekuat tenaga untuk tidak menoleh kearahnya. Tapi aku tidak bisa. Mataku seperti punya pemikiran sendiri dan tidak bisa aku kontrol. Sekarang mataku sudah bergerak melirik kearah Tamara yang melihat kearah depan, kearah panggung. Aku memperhatikan kelopak matanya berkedip. Senyumanku tercipta melihatnya. I'm really happy. Melihatnya bisa benar-benar melihat warna lain dari dunia ini. Pandanganku lalu turun kearah tangannya, dan menangkap benda perak yang melingkari pergelangan tangannya. Ternyata Tamara masih memakai gelang pemberianku itu.
Aku sengaja meng-custom gelang itu untuk Tamara. Tamara yang aku kenal selama ini is capable of doing anything. Tapi kadang Tamara tidak mempercayai hal itu. Dia tidak percaya kalau dia mampu melampaui kemampuannya sendiri. Aku ingin membuatnya lebih percaya pada dirinya, kalau dia bisa mengalahkan segala kekurangannya. Itulah kenapa aku mengukir kalimat itu digelangnya.
Tiba-tiba, Tamara menolehkan kepalanya kearahku dan tersenyum. Lemah selemah-lemahnya melihat seyuman mengembangnya itu. Lalu tangannya terulur kedepanku, "Tamara."
Tanganku bergetar menyambutnya, "Geo-- Jeje. Aku Jeje." Jeje? Wtf?! Sejak kapan namamu berubah?!
"Jeje? Kamu datang sendiri? Atau sama pasangan?"
"Er, sendiri. K-Kamu?" Entah mendapat keberanian darimana aku bisa bertanya balik padanya. Sebagian dari hatiku takut akan jawabannya. Bagaimana jika Tamara sudah memiliki pasangan?
"Aku kesini sama kekasih aku. Dia itu orangnya keras kepala dan menyebalkan. But, I love my—"
Benar saja. Seperti petir ditengah teriknya matahari. No, no, no. Sebelum kalimatnya selesai, aku berdiri dan berkata padanya ingin ke toilet. Tidak tahan rasanya mendengarkan Tamara sudah memiliki pasangan. Dan aku harus menghindarinya saat ini juga. Bukannya ini yang kamu mau, George? Tamara menemukan orang lain? Mencintai orang yang benar-benar dia cintai?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kompilasi (Short Story)
Cerita PendekPeringatan! Cerita ini mengandung lesbianism. Read at your own risk. Kisah tentang mereka mungkin lebih menyenangkan untuk diceritakan. Tapi kisah tentangmu, tentangku, tentang kita. Akan jauh lebih hebat. Percayalah. Cinta kita akan mengguncangka...