Holaa! It's been awhile. Yes, I know. Pekerjaan saya sekarang ini cukup menyita perhatian dan alasan lainnya, nanti saya ceritakan kapan-kapan hehe.
Okay, fyi, cerita ini baru saja saya ketik semalam. Jadi, fresh from the oven lah yaa. Perlu diketahui, cerita ini hanya berisikan satu bagian saja. So, enjoy!
Rambut-rambut halusku meremang diterpa angin malam yang sungguh terasa menusuk sampai ke dalam daging. Setelah melalui serangkaian acara reuni yang diadakan teman lama, malam hari ini, jarum jam sudah menunjuk angka 11.
Hampir tengah malam dan perjalananku belum selesai. Motorku belum tertuju pada rumah, malah berbelok kearea gedung yang bergerak dibidang kecantikan. Sesaat sebelum acaraku selesai, ada satu pesan masuk di aplikasi percakapan dan hal ini sungguh tidak direncanakan.
Motorku terarah pada sosok perempuan yang tengah berdiri didepan gedung tempat dia bekerja, sebelum mematikan mesin motor aku tersenyum dan menyapanya, "Hai."
Wajahnya cerah melihat kedatanganku diikuti dengan ekspresi tidak enak karena harus merepotkanku, "Hei, makasih ya udah mau jemput selarut ini." Perempuan berseragam lengan pendek itu memelukku sesudah mendengar sapaanku.
Aku hanya bergumam, mengangguk, dan tersenyum. Mataku kembali melihat penampilannya dan mengernyit. Sepertinya jaket bomber navyku ini harus berpindah badan. Dengan aku yang memakai sweater dan dibandingkan dengan lengan pendek baju perempuan itu, jaketku akan lebih berfungsi dengan baik. Artinya, aku harus merelakan tubuhku sedikit menggigil. Hm, tidak masalah lah ya?
"Pakai jaketku ya?" Tanganku sudah bersiap menurunkan resleting jaket tetapi ditahan dengan kalimatnya.
Tangan perempuan itu bersedekap, matanya memicing kearahku, "Jangan sok romantis, kamu itu garda terdepan yang kena angin loh."
Dahiku berkerut, pandanganku fokus pada baju yang tidak sepenuhnya menutupi lengan perempuan itu, "Tapi kamu pakai lengan pendek, gimana dong?"
Jemarinya naik keatas dagu, tampak berfikir, "Hmm, yaudah naik motor dulu deh."
Mengikuti perintahnya, kini kami sudah sama-sama berada diatas jok motor, dengan helm yang terpasang dikepala kami.
"Nah sekarang kamu pakai jaketnya dibalik. Resletingnya dibelakang."
Dahiku berkerut, lagi. Tidak mengerti dengan jalan pikiran perempuan itu. Tapi aku tetap mengikuti perintahnya. Melepas jaket dan memakainya kembali dengan posisi resleting berada di punggungku, "Oke, terus?"
Kemudian kedua lengannya menyusup, melingkari pinggangku. Menghantarkan hawa hangat yang tiba-tiba saja hadir. Rambut-rambut halusku bergidik merasakan sensasi hangat yang dia salurkan.
"Udah deh, win-win kan? Kamu anget, aku juga anget." Sambil mengeratkan pelukannya, aku tau masing-masing diantara bibir kami saling tersenyum.
Mesin motorku pun menyala dan bersiap menembus dinginnya malam ini.
Tak makan waktu terlalu lama, kami sudah berada di depan rumah minimalis bercat hijau. Rumah milik perempuan itu.
Setelah turun dari jok motor, perempuan itu menghadapku sambil melepas helm nya, "Mampir dulu yuk ke rumah?"
Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, menolak ajakannya, "Nggak deh."
"Dewa pasti seneng loh ketemu Tante Supernya." Perempuan itu masih berusaha membujukku, tapi aku tetap pada pendirianku.
"Iya, tapi next time aja ya?"
Perempuan itu mengembuskan nafas sebelum tersenyum dan mengecup pipi kananku. "Yaudah, makasih ya. Kamu hati-hati dijalan."
Kali ini aku mengangguk, dan membalas senyumannya. Aku masih belum beranjak, menunggunya untuk benar-benar masuk kedalam rumah.
Perempuan itu berjalan kearea rumahnya, didepan pintu sudah ada sosok laki-laki yang menunggunya pulang. Iya, suami perempuan itu.
Dewa adalah buah cinta mereka. Umurnya baru menginjak 2 tahun. Namanya diambil dari gabungan nama kedua orang tuanya. De untuk Desta dan Wa untuk Wanda. Nama perempuan itu.
Aku melihat mereka saling berpelukan. Desta menatapku dan tersenyum sambil melambaikan tangan. Mungkin itu caranya mengungkapkan rasa terimakasih karena sudah mau mengantarkan istrinya pulang.
Aku membalas senyumannya dan mengangguk. Mesin motor kunyalakan dan pergi menginggalkan rumah sepasang suami istri yang berbahagia itu.
Disepanjang perjalanan aku tersenyum, bagaimana pun juga ini adalah kesepakatan kami bersama. Iya, kami adalah mantan yang sekarang berteman dan masing –masing dari kami tau kalau kami masih saling sayang. Walaupun begitu kami tetap memutuskan untuk berpisah. Mungkin berpisah adalah hal terbaik untuk kami.
Dia dengan mimpinya memiliki keluarga, dan aku yang berhasrat mengejar yang lain yang bisa aku kejar.
Tidak ada air mata dalam perpisahan kami, karena kami tau kami sudah tidak bisa lagi berkomitmen untuk satu sama lain.
Tapi kami masih bisa berteman karena kami berpisah secara baik-baik. Walau kadang aku harus menjaga jarak, karena kita tidak tau kan hal apa yang akan terjadi saat kami hanya berduaan saja?
Well, bagaimana? Punya pengalaman serupa? Boleh loh di share, wkwk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kompilasi (Short Story)
Short StoryPeringatan! Cerita ini mengandung lesbianism. Read at your own risk. Kisah tentang mereka mungkin lebih menyenangkan untuk diceritakan. Tapi kisah tentangmu, tentangku, tentang kita. Akan jauh lebih hebat. Percayalah. Cinta kita akan mengguncangka...