Eyes-2

2.3K 320 9
                                    

Aku memperhatikan Tamara yang kini sedang duduk didepan meja riasnya. Mengaplikasikan make up tipis diwajahnya. Bedak yang tidak perlu terlalu tebal karena kulitnya sudah tampak bersinar, dan lipstick merah agar bibirnya tidak terlihat pucat. Kalau orang lain melihatnya sekarang ini, pasti tidak terpikir dibenak mereka kalau Tamara tidak bisa melihat. Gerakan tubuhnya kadang membuat orang lain salah mengira dengan keadaan Tamara yang sebenarnya. That's why I like her. Dia tidak butuh belas kasih orang lain.

"George? Ngapain kamu cuma berdiri aja? Ngajak ngobrol kek." Suara Tamara membuyarkan lamunanku. Aku masih bersandar di pintu kamarnya sedari tadi. Kan? Apa kataku tadi? Orang lain tidak akan mengira kalau Tamara tidak bisa melihat. Dia selalu bisa tahu hal-hal disekitarnya. Impressive kan?

"Tamara, Tamara, Tamara. Kalau aku orang lain nih ya, aku nggak akan ngira kalau kamu itu nggak bisa melihat." Kakiku bergerak kearahnya dengan dia yang masih duduk ditempatnya seperti beberapa menit tadi.

Mataku menangkap alisnya yang terangkat dari refleksi kaca didepannya. Badannya kini berbalik mengahadapku dengan senyuman tipis. "Let's play a game then?"

Alisku kini terangkat mendengar ajakannya, "What game?"

Senyuman tidak pernah turun dari wajah cantiknya, tangannya meraih syal merah dimeja riasnya kemudian berdiri dari duduknya. "Come closer, please."

Aku hanya mengikuti perintahnya, berjalan mendekat kearah Tamara. Setelah cukup dekat, Tamara meraba wajahku. Dia melepaskan kacamataku dan meletakannya dimeja rias kemudian Tamara menggunakan syal merahnya untuk memutari kepalaku, lebih tepatnya menutup penglihatanku.

"Tam? Kenapa mataku ditutup?" tanganku naik meraba mataku yang tertutup syal.

"Kita akan memainkan permainan ini, catch me if you can? Okay?"

Aku mengerutkan keningku, tanganku menyilang didepan dada, "Okay. Tapi, ini aman kan?"

Tamara tertawa mendengarkan pertanyaanku. Aku merasakan jemarinya meraba hidung dan daun telingaku. "Of course. Kita akan mencoba membuat indra penciuman dan indra pendengaranmu lebih peka. Ready?"

Dan selanjutnya aku merasakan tangannya menuntunku turun kearah lehernya? Hidungku bisa merasakan antara campuran sabun dan parfum yang digunakan Tamara. Hidungku sudah sangat familiar dengan aromanya ini, karena selama kami mengenal, Tamara tidak pernah mengganti parfumnya.

"Kita hanya akan bermain diruangan ini. Di dalam kamarku. Tugas kamu adalah temukan dimana aku berdiri. Aku akan bawa ponsel aku. Kamu harus bisa merasakan keberadaanku saat aku membuat suara dengan ponselku. Tadi aku juga udah pake parfum, jadi pakai indera penciumanmu juga. Paham Goerge?"

Aku hanya menganggukkan kepalaku mengerti alur permainan ini. "Kamu boleh hitung 1 sampai 10 sebelum mulai bergerak." dengan itu aku merasakan Tamara mulai menjauh dari tempatnya semula. Dan aku mulai menghitung.

"1"

"2"

"3"

"4"

"5"

"6" ruangan ini benar-benar terasa sepi, aku bahkan tidak merasakan helaan nafas dari Tamara.

"7"

"8"

"9"

"10" setelah angka itu keluar dari mulutku, telingaku menangkap suara ketukan yang berasal dari ponsel Tamara di arah kananku.

"Kalau aku bisa menemukan kamu, ada hadiahnya nggak Tam?" hening. Dia tidak menjawab pertanyaanku.

"Tam? Aku tanya loh. Dijawab dong." Kakiku mulai melangkah, ruangan ini masih terasa hening. Rencanaku untuk membuatnya membuka suara tidak digubris sama sekali. She's smart.

Kompilasi (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang