Panik!

17.3K 1.4K 104
                                    

Sore itu, Seungcheol dengan santainya pulang dari kantor.

Benar apa kata Jeonghan, kini Seungcheol sudah mendarat dengan selamat di rumah kedua orang tuanya tepat pukul 5 sore.

Jonghyun sampai menggelengkan kepalanya, ia masih tidak percaya bahwa Seungcheol bisa meninggalkan semua pekerjaan-nya di belakang.

Seungcheol bukan pengusaha muda, tapi ia berencana untuk membangun sebuah studio musik. Ya, Seungcheol bekerja di bidang musik, sebagaimana jurusan kuliah nya dulu.

Dia seorang produser lagu dan seorang rapper sebagai sampingannya, ia juga ditunjuk oleh salah satu agency untuk mengajar para calon artis agar lebih berkualitas dalam bermusik.

Ia dan Jeonghan bekerja di bidang yang sama, bedanya Jeonghan di bidang vocal, Jeonghan mengajar para Trainer bagaimana cara mengolah vocal mereka, dan di agency itulah keduanya bertemu.

"Bun, Jeonghan masih tidur?" Seungcheol kini sudah duduk di meja makan, menunggu sang ibunda membawakan cemilan sore hari.

Biasanya ia akan melihat Jeonghan di sekita Jonghyun pada jam segini, apalagi kalau bukan untuk ngemil. Jeonghan sangat gembul, dan Seungcheol bahagia mengetahui-nya.

"Tadi sih, kayanya masih tidur kak." Jawab Jonghyun, kini sang ibunda sudah duduk di sebelah anak semata wayangnya yang terus saja tersenyum kecil.

"Kenapa sih senyum-senyum terus kak? Bikin bunda takut deh." Jonghyun mencebik gemas melihat anaknya yang sedang memakan puding coklat buatannya.

"Gapapa bun, kaka seneng aja." Jawab Seungcheol singkat, debaran di jantungnya tidak bisa dihilangkan, di saat yang bersamaan ia merasa takut dan bahagia.

"Seneng, sebentar lagi punya anak ya?" Tanya Jonghyun, yang hanya ditanggapi anggukan oleh sang anak, mulutnya penuh dengan puding coklat.

"Jeonghan kapan check up terakhir?" Alasan lain kenapa Seungcheol memilih membawa Jeonghan ke rumah kedua orang tuanya di Yeoksam-dong selain lebih dekat dengan rumah sakit, rumah kedua orang tuanya juga lebih dekat dengan kantornya.

"Minggu depan sih, tadi udah tanya dokter Kim, selama Jeonghan ngga kena anemia, dia masih baik-baik aja kok." Jawab Seungcheol dengan santai, tangannya tengah memainkan iPhone x dan membaca beberapa berita.

"Kak, kasih tau Jeonghan dong dia boleh jalan-jalan, tapi secukupnya aja." Jonghyun kembali duduk di sebelah sang putra semata wayang.

"Emang tadi dia jalan-jalan jauh, bun?" Tanya Seungcheol, tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel pintarnya.

"Ngga jauh sih kak, cuman Jeonghan keliatan cape banget, walaupun dia cuman jalan-jalan di belakang aja. Terus kasih tau juga, jangan beresin yang berat-berat, kasian bayinya." Jonghyun kembali meminum teh yang ia buat tadi.

"Biarin aja bun, kan kata dokter kim harus banyak jalan biar bayinya cepet cari jalan keluar. Terus kalau dia udah pengen beresin kamar, ngga ada yang bisa ngehalangin bun."

"Susah deh ngasih tau kaka, udah sana bangunin Jeonghan, ajak dia kesini." Jonghyun dengan gemas mencubit lengan anaknya.

"Aduh sakit bun!" Seungcheol meringis, mengusap lengannya yang terkena cubitan. "Yaudah kaka bangunin Jeonghan dulu." Seungcheol bangkit dari duduknya, tidak lupa menempelkan ciuman pada pipi Jonghyun.

'cklek'

"Hannie, sayangku, cintaku." Seungcheol membuka pintu kamarnya, dapat ia lihat Jeonghan bergelung di dalam selimut.

Lagi dan lagi, senyuman mengembang di bibirnya. Dengan perlahan ia menghampiri Jeonghan yang tertidur dengan memeluk bonek kura-kura.

"Sayang.." Seungcheol mengusap pipi Jeonghan, tangannya tiba-tiba berhenti. Ia segera menyalakan lampu kamarnya, sebelumnya kamarnya gelap. Karna Jeonghan selalu tidur dengan posisi lampu dipadamkan.

Jeongcheol + Jihoonie. | #wattys2019 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang