03

7.1K 588 7
                                    

Aku membolak-balik lembar novel yang sedang ku baca, entah lah apa gunanya seperti itu. Tapi pikiranku benar-benar tidak pada tempatnya untuk saat ini. Rasanya otakku benar-benar merekam dengan jelas kalimat Wira semalam.

Kini dia tanpa bertanggungjawab telah memorakporandakan hatiku, pergi begitu saja untuk kembali bertugas di kota. Sedangkan aku di sini gila memikirkan perkataannya itu setiap saat.

"Kaaakkk"

"Eh," aku menabok wajah Ero. Refleks.

"Anjay, muka ganteng aku." ujarnya lebay dan mengusap-usap wajahnya yang kena tabokanku.

"Apaan, kamu sih ngagetin kakak."

"Aku? Kakak tuh yang senyam-senyum gak jelas."

Aku mengernyit "Masa sih aku senyum-senyum?" tanyaku

"Iya. Mikirin yang enggak-enggak kan?" tudingnya.

"Ihh apaan, aku mikirin Wira tau."

"Wira?" ia tersenyum menggoda.

"Hm, semalam dia bilang mau deketin aku."

"Jiahhh baper, awas di phpin orang ganteng." ejeknya.

Kalo aja tadi Ero adek yang baik, dia pasti bilang gini 'kalo sampe Wira nyakitin dan buat kakak nangis, aku nggak akan segan-segan ngabisin dia'

Lah, perkaranya di sini ibu nggak ngelahirin adek yang baik buat aku. Dia mah kek Dajjal.

"Iya, aku juga mikirnya gitu. Takutnya Wira cuma berencana baperin aku aja. Kalo gitu kan lebih baik aku tetep setia sama Baekhyun."

Ero memutar bola matanya jengah "Mimpi mulu kamu kak, mangkanya jangan kebanyakan tidur." ia menoyor kepalaku. Tak sopan.

"Aku lebih tua empat tahun dari kamu, kurang ajar." ketusku

"Coba kakak bilang gitu deh sama Wira, pasti niat Wira ngedeketin kakak langsung batal." tawanya meledak setelah mengucapkan kalimat itu.

"Ihhhh kurang ajar, Ero monyet." makiku tak segan-segan.

Kenapa bawa-bawa umur sih. Kan hayati malu ketahuan udah tua.

"Oh, atau nanti kalau kakak misalnya nikah sama Wira, Wira manggilnya apa ya?" ia meletakkan tangannya di dahinya tanda berpikir walaupun sebenarnya dia itu nggak punya pikiran, "Kakak? Mbak? Atau tante. Tante girang." ledeknya sambil tertawa jahat dan berlari keluar dari kamarku.

"Sialan." umpatku melempar bantal padanya, sayangnya nggak kena.

Aku kembali mengambil bantal ku sambil mengunci pintu kamar, takut setan wujud manusia masuk kamarku.

Lagipula kunci kamar itu juga penting karena di rumah ini ada dua laki-laki. Walaupun mereka bapak dan adikku, tapi tetap saja mereka laki-laki. Kalau ada kesempatan ya kenapa enggak, itu tuh yg jadi patokan untuk melakukan hal jahat.

Saat aku membaringkan diri di atas tempat tidur, hp ku bunyi. Ku lihat panggilan dari nomor tak tersimpan. Aku dengan ragu menatap nomor tersebut, mempertimbangkan untuk mengangkatnya atau tidak.

Karena moodku lumayan bagus, jadi aku memilih mengangkatnya.

"Halo, dengan selingkuhannya Sehun. Ini siapa ya?"

"Taiii, ini aku Selina" teriaknya penuh amarah padaku. Aku menjauhkan ponselku dari telinga.

"Ya sorry lah, aku nggak tau ini nomormu." kataku.

Selina ini sahabatku. Dulu dia tinggal di Pekanbaru tepatnya desa Sukaramai ini juga, cuma waktu masuk SMA dia pindah ke Dumai. Terus kami ketemu lagi waktu ujian masuk perguruan tinggi, kami lolos di universitas yang sama dengan jurusan yang sama juga. UNRI jadi saksi persahabatan kami.

Can't be Trusted (END) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang