Revan mengucek matanya sambil berusaha menyadarkan diri, kemudian makin mempercepat kucekan matanya ketika melihat Maya sedang memakaikan perlengkapan seragam Wira langsung ke tubuh pria itu.
"Bertengkar mode apa ini?" desisnya.
Ya, walau bagaimanapun Maya tetap menjalankan tugasnya sebagai istri untuk melayani kebutuhan Wira, meski hanya beberapa. Wira hanya menatap wanita itu dengan senyum kecil tanpa melakukan apapun, namun hal itu sudah terasa cukup untuknya.
Maya langsung meninggalkan Wira begitu tugasnya selesai bahkan tanpa menatap suaminya. Ia kemudian mengambil sarapan Wira dan meletakkannya di atas karpet tempat di mana Revan sudah duduk.
Wira mendekati Revan begitu ia selesai bersisir, "Nanti anterin kakak kegiatan komplek dulu baru kamu bisa ke mana aja." pesan Wira.
"Iya."
***
Setelah kepergian Wira, Maya mendekati Revan, "Tadi abang bilang apa?" tanyanya penasaran.
Revan mencebikkan bibirnya karena dua manusia itu saling memanfaatkan dirinya sebagai alat komunikasi, "Kata bang Wira kalo aku mau minta uang sama kakak aja."
"Enak aja."
"Lagian kalian berantem lucu tau nggak?"
"Nggak ada yang lucu." tegas Maya.
"Lucu tau. Berantem tapi kakak masih nyiapin keperluan abang. Abang juga, berantem tapi masih gendong kakak ke kamar, masih cium keninglah, bisik-bisik tetanggalah bilang sayang kamu."
"Wira tadi malam gendong aku ke kamar?"
"Menurut kakak, kakak jalan sendiri gitu ke kamar?"
"Ya siapa tau."
"Kakak kan lagi hamil, gak butuh bang Wira gitu buat memenuhi keinginan ponakan?"
"Kan ada kamu."
"Enak aja. Udah buatnya nggak ikut, malah nyuruh tanggung jawab, nggak asik banget."
"Kurang ajar. Sana kamu cari cewek."
"Rencana."
***
Revan menikmati waktunya sendiri sembari menunggu teman-temannya datang di sebuah kafe sejak tiga jam yang lalu ketika ia sudah mengantarkan kakak iparnya untuk kegiatan ibu Bhayangkari. Tangannya tak berhenti memegang ponsel sambil tersenyum kecil menatap hujan lewat dinding kaca di sampingnya.
10 menit yang lalu
Drrrtt
Ponsel Revan terus bergetar untuk kesekian kalinya dengan nama kakak ipar sebagai id penelpon. Revan kembali mengabaikannya hingga kakak iparnya itu menyerah untuk menelponnya.
Untuk beberapa detik ia kemudian menghubungi balik nomor kakak iparnya dan langsung Maya jawab dengan omelan.
"Dari mana aja sih Van? Udah ditelponin dari tadi juga. Kamu lagi di mana sampe nggak bisa angkat telpon dari kakak?"
Revan terkekeh kemudian menjawab dengan suara seolah baru bangun tidur, "Apaan sih kak? Aku lagi di rumah cewek aku nih habis tidur."
"Tidur? Di rumah cewek mu. Pala lu botak. Kakak udah pulang ini, cepetan jemput."
"Nggak percaya banget sih. Kakak kan punya suami, suruh aja suami kakak jemput."
"Cepetan deh jemput kakak, anak kecil."
"Nggak bisa. Anak kecil ini lagi kumpul sama temen. Lagian hujan. Kakak tega gitu aku demam, batuk, pilek cuma karena jemput kakak?"
"Tega."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't be Trusted (END) [Revisi]
RomanceNikah sama adiknya mantan adalah hal yang paling nggak pernah terbayangkan dalam hidup Maya, apalagi usia Wira yang terpaut empat tahun lebih muda, tentu saja sebagai wanita, itu menjadi pertimbangan besar untuknya. Malu dong nikah sama berondong. C...