26

6.2K 548 12
                                    

H-1

Wira dan Maya memasuki rumahnya yang sudah sangat ramai dengan sanak saudaranya yang sudah datang sejak empat hari lalu, tentunya untuk menyambut hari pelepasan masa lajangnya.

Ia menggenggam tangan Maya dengan erat karena merasakan tangan itu begitu dingin dalam genggamannya "Nggak apa-apa, keluarga aku nggak ada yang tukang tinju kok." godanya.

Maya mencebikkan bibirnya karena merasa gugup luar biasa melihat seluruh keluarga Wira ada di rumah pria itu. Dengan penuh kesopanan ia mengikuti Wira untuk menyalam seluruh keluarga pria itu.

"Sini, duduk depan nenek." nenek Wira (Ibu dari ayahnya) menyuruhnya duduk di depan wanita lanjut usia itu.

Wira dan Maya kemudian duduk di depan nenek. Nek Ira menggelengkan kepalanya sambil menatap Wira dan Maya.

"Kalau masih pacaran emang kek kalian, bakalan gandengan kemana-mana. Ngerasa dunia itu milik berdua, kemana-mana maunya mesra-mesraan. Tapi kalau udah nikah, barulah kalian tau baik-buruknya pasangan kalian. Udah ada masalah yang nggak sepele lagi, sering terjadi salah paham karena sibuk kerja, kurang waktu bersama, kurang pemasukan tapi pengeluaran banyak dan masalah lainnya. Jadi nenek harap kalian bakalan bisa menghadapi itu semua karena dalam suatu rumah tangga harus dibekali kejujuran, keterbukaan dan kepercayaan. Jangan ada masalah sedikit langsung egois, harus ada yang ngalah." ujar Nenek.

Wira mengusap punggung tangan Maya karena merasakan tubuh wanita itu bergetar. Ya, Maya menangis karena merasa apa yang dikatakan neneknya Wira adalah suatu yang harus ia hadapi dalam rumah tangga. Sedangkan ia masih sangat kekanakan menanggapi semua itu.

Sebelum Wira sempat memeluk Maya, Talita sudah lebih dulu menenangkan calon menantunya itu dengan memeluknya. Wira menatap adegan itu dengan perasaan hangat.

"Sst, udah May."

"Maya masih kekanakan Tan."

"Nggak apa-apa, tapi sekarang kamu harus belajar dewasa karena sebenarnya Wira juga masih kekanakan. Wira ini manja banget, kalau kemauannya nggak dituruti, dia bakalan nyuekin orang. Bahkan sama Revan aja dia masih nggak mau ngalah. Mama rasa udah banyak yang Mama sampein sama kamu selama sebulan ini jadi kamu pasti udah bosan denger petuah mama. Cuma Mama harap kamu bisa menerima Wira dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Walaupun Mama rasa kelebihannya cuma satu, yaitu banyak kekurangan."

Maya tertawa mendengar ucapan calon ibu mertuanya. Seisi rumah ikut menertawai hal tersebut apalagi karena melihat Maya yang baru menangis kini sudah tertawa.

Sampai beberapa orang dari keluarga Wira mengungkapkan petuahnya, Wira dan Maya akhirnya keluar dari kediaman itu untuk ke kediaman keluarga Maya.

Di luar, Revan sedang memainkan ponselnya sambil bersandar di mobil Wira. Revan mencegah mereka ketika hendak menaiki motor Yael.

"Ettt, kak, bang, kalian kan belum denger petuah aku."

Wira mencebikkan bibirnya, "Sana lu anak kecil." ujarnya sambil menggeser tubuh Revan dari pandangannya.

"Ihhh, abang mah gitu. Nasehat anak kecil juga perlu didenger."

"Udahlah Wir, dengerin aja walaupun kita tau nggak ada faedahnya." ujar Maya menengahi.

Revan berdehem beberapa kali sambil merapikan kerah bajunya, "Jadi aku tuh sebenarnya ada pertanyaan untuk kak Maya."

"Apaan?"

"Aku masih bingung kenapa kakak mau sama bang Wira padahal bang Wira itu jelek, ya walaupun kakak juga nggak terlalu cantik sih."

Sesaat kemudian Maya sudah mencubit lengan Revan tanpa ampun.

Can't be Trusted (END) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang