12

5.4K 536 12
                                    

Karena kebodohanku yang mengiyakan ajakan Miko untuk berbicara, aku jadi terjebak dalam suasana yang canggung. Ia tak henti-hentinya menatapku dengan lekat meskipun sedang memesan minuman dan makanan kepada waiters restoran.

Aku benar-benar berusaha untuk tidak goyah dan menangis karena harus berhadapan dengannya lagi. Jujur, jantungku tidak bisa ku kendalikan, rasanya ada yang ingin meledak dari dalam.

Aku bahkan tak sanggup berpura-pura menjadi mantan yang sudah move on, atau bahkan berpura-pura seolah tak pernah ada yang terjadi di antara kami.

Untuk menghilangkan kecanggungan karena ia benar-benar menatapku lekat, aku langsung menyeruput minuman pertama yang diletakan waiters di tengah meja.

"Pyuhhh."

Aku menyadari ia terkekeh ketika aku menyemburkan minuman di mulut ku.

"Aku tau ini canggung untuk kita berdua, tapi kamu tetep harus perhatiin yang mau kamu minum." katanya.

Aku menyipit sinis, kini memandangnya, "Ini bukan canggung, tapi menjijikkan karena aku harus ketemu sama kamu lagi." pekikku muak.

"Aku sadar ini salah, dengan aku datang itu malah membuka luka lama kamu."

Aku menahan sesak di dadaku ketika ia mulai mengungkit masa lalu yang begitu ku hindari.

"Kamu tau kamu salah, tapi kenapa kamu harus datang disaat aku mau buka hati untuk orang lain." tegasku.

"Aku datang bukan untuk menghalangi niat kamu membuka hati pada pria lain, May."

"Heeh," aku tersenyum sinis, "Bukan menghalangi?" tanyaku sinis, air mataku bahkan sudah jatuh secara perlahan. Aku tidak bisa menahannya.

"May, aku----"

"Bukan menghalangi kamu bilang?"aku menggebrak meja dan berdiri menatapnya marah, "Kemunculan kamu justru buat aku makin ragu untuk percaya sama pria lain. Aku udah mencoba berkali-kali tapi aku gak bisa karena perbuatan kamu yang menjijikkan."

Lepas sudah semua kendali ku. Aku berteriak bahkan menangis berusaha mengeluarkan semua rasa sakit ku pada pria yang menciptakan luka itu.

"Maaf." ujarnya pelan.

"Kata maaf dari kamu justru semakin terdengar menjijikan."

"Pernikahanku dengan Nabilla nggak berhasil, May."

"Bagus kalau begitu." sinisku. Aku meraih tas dan meninggalkannya.

"Ini kehamilan Nabilla yang ketiga." langkahku terhenti begitu mendengar ucapan Miko

"Dia udah dua kali keguguran dan itu karena dia terlalu stress."

Aku memutar tubuhku "Heeh, jadi itu salahku?"

"Dia selalu kepikiran kamu May, dia sangat mengharapkan maaf kamu."

***

Aku memijit pelipisku karena rasa pusing yang terus mendera kepalaku. Selina meletakan segelas teh hangat dan bubur di hadapanku.

"Cepet deh sembuhnya, cape tau ngurusin orang sakit."

Sejak dua hari lalu, pertemuan antara aku dan Miko, membuatku banyak pikiran hingga akhirnya jatuh sakit dan terbaring lemah diatas tempat tidur.

Baru hari ini aku izin, itupun karena kemarin aku memaksakan diri tetap mengajar hingga keadaanku justru memburuk.

"Yaudah, aku berangkat. Hati-hati di rumah."

Aku mengangguk.

Dengan perlahan aku menyuapkan sesuap demi sesuap bubur yang sudah Selina buat ke mulutku. Walau bagaimanapun berat rasanya menghabiskan bubur ini karena lidahku yang tak mau diajak kompromi.

Can't be Trusted (END) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang