15

5.7K 502 9
                                    

"Sussstt," Wira membawaku dalam pelukannya ketika tangisku semakin pecah saat menceritakan kisah malangku itu.

"Hei, Sayang, suara kamu kuat banget." bisik Wira, "Nanti aku dikira ngapa-ngapain kamu." tambahnya. Aku melirik kanan kiri, ternyata cafe sudah lumayan rame dari sebelumnya.

Aku mengusap air mata dan lendir jorok yang memenuhi hidungku dengan tisu. You know lah ya, apa itu. Wira menepuk bahuku pelan karena aku yang sesugukan.

"Maaf, buat kamu malu." lirihku.

Wira terkekeh, "Iya, malu banget." katanya mengacak rambutku yang rada basah karena keringat.

"Aku nggak tau harus gimana kalau nggak cerita sama kamu." aku kembali meneteskan air mata.

"Ya ampun Sayang, aku cuma bercanda. Sumpah." ujarnya khawatir melihatku kembali menangis, "Aku nggak malu, aku cuma nggak mau kamu nangis terus. Mata kamu udah bengkak banget, hidung kamu juga udah merah. Nih pipi kamu aja sampe unyuk gini karena mata kamu bengkak."

Aku terkekeh dan menepis tangannya, "Ihh, apaan sih. Nggak usah ngeledekin ya." tegurku.

"Yaudah, jadi inti kamu mau sedih-sedihan gini apa?"

"Kemaren yang aku bilang aku sakit karena ketemu mantan, itu dia orangnya."

"Oh, aku tau nih. Pasti kamu jadi pengen sama dia lagi kan setelah jumpa kemarin. Apalagi pastinya sekarang dia udah jadi CEO yang kaya." tudingnya.

Aku terkekeh dan memukul lengannya, "Ihhh, Wira, serius deh. Aku nggak sempet mikir kesana."

"Jadi apa yang buat kamu sampe sakit?"

"Miko bilang Billa udah dua kali keguguran, dan sekarang dia juga lagi hamil. Miko takut kalau Billa kembali keguguran karena ngerasa bersalah sama aku."

"Yaudah, jadi rumah Miko sama Billa dimana?" tanya Wira.

"Ishh, Wira aku serius tau"

"Aku juga serius. Kamu tadi mau minta saran aku kan? Sekarang saran aku kita ke rumah Billa sama mantan kamu itu."

"Nggak segampang itu." protes ku.

"Kamu udah berapa lama nggak berhubungan sama mereka?"

Aku mengernyit untuk mengingat sudah berapa lama kiranya aku tidak ada kabar-kabaran dengan mereka "Hampir lima tahun mungkin." jawabku sedih. Itulah sebabnya aku belum menikah sampai usia 29 ini.

Wira menggenggam tanganku, "Aku nggak tau rasanya jadi kamu. Nggak tau rasanya dikhianatin sahabat dan pacar yang udah lama jalin hubungan. Tapi aku tau persis apa yang kamu mau setelah denger cerita ini, ditambah lagi ucapan Miko beberapa hari yg lalu."

Aku menatap Wira ragu sampai akhirnya Wira membuatku kembali meneteskan air mata.

"Kamu memang benci sama mereka, tapi kamu nggak mau kalau sampe Billa kembali keguguran untuk yg ketiga kalinya karena mikirin kamu. Bener?"

Aku kembali menangis.

"Susstt, jangan nangis." ujar Wira kembali panik. "Kamu udah pernah denger penjelasan mereka lebih lanjut?"

Aku menggeleng.

"Dengerin aku, kamu mungkin merasa cuma kamu yang jadi korban di situasi ini. Tapi, apa kamu pernah mikirin gimana beratnya Miko harus ngelepasin kamu? Beratnya Billa karena harus mengorbankan sahabatnya dan perasaannya karena perjodohan itu. Dan lebih lagi, apa kamu pernah mikirin gimana beratnya mereka menjalani rumah tangga mereka dengan penuh rasa bersalah ke kamu sambil mencoba membangun perasaan diantara mereka?"

Aku tertegun mendengar pertanyaan Wira. Aku sama sekali tak pernah memikirkan semua hal yang Wira tanyakan padaku. Aku hanya mengingat rasa sakit yang mereka ciptakan untukku.

Can't be Trusted (END) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang