17

6.4K 549 18
                                    

***
Happy Reading Guys
***

Aku memasukkan tasku ke kursi belakang kemudian masuk dan duduk di kursi samping Wira, "Padahal udah ku bilang aku bisa pulang sendiri." kataku sambil memasang sabuk pengaman.

Hari ini dia jemput aku buat pulang bareng karena besok rencananya dia bakal ke rumah sama orangtuanya. Aku udah bilang untuk nggak ngerepotin diri, tapi dia malah kekeuh pengen jemput.

"Ya kalau aku bisa jemput kenapa enggak." katanya membela diri.

Aku menatapnya sinis, "Ya masalahnya kamu pasti cape nyetir. Lagian selama ini kan aku juga sendiri kalo pulang."

"Aku nggak cape Yang, lagian sekarang kan udah ada aku jadi kenapa masih sendiri."

"Ah, udahlah cape ngomong sama kamu." ujarku memilih mengakhiri perdebatan.

"Kalau kamu marahin gini, badan aku yang cape malah makin cape, Yang." ujarnya.

Aku menoleh dan menghela nafas dengan perasaan bersalah karena telah memarahinya padahal niatnya baik. Ya, meski niat kami sama-sama baik. Aku menarik tangan kirinya untuk aku genggam, "Aku nggak bermaksud gitu. Aku cuma mau kamu manfaatin kesempatan buat istirhat aja."

Dapat ku dengar Wira menghela nafas, "Yaudah, maaf" katanya.

Ck, melihatnya merasa bersalah membuatku justru kesal. Aku menghembuskan nafas pasrah, "Iss, maksud aku tuh baik, supaya kamu nggak cape, Wira."

"Yaudah, aku kan minta maaf." ujarnya.

"Ya karena kamu langsung minta maaf justru bikin aku makin kesel."

"Aku cuma nggak mau kita berantem padahal besok aku mau lamar kamu. Takutnya kamu nolak lagi karena lagi marahan sama aku."

Astaga. Yang bener aja deh. Yakali nolak karena debat ini doang.

"Memangnya aku masih anak-anak." rajukku.

Dia terkekeh, "Aduh, aku sampe lupa kalau kamu lebih tua dari aku."

Aku membelalak dan melotot padanya dengan tajam, "Aku beneran ngambek nih sama kamu." ancamku "Pokoknya kalau sekali lagi kamu bahas umur, aku nggak bakal bersedia jadi istri kamu sekalipun itu sehari sebelum pernikahan."

"Ya ampun Sayang, ngancemnya gitu amat."

"Bodo amat."

***

"Masuk Wir." ajak bapak dan ibu bersamaan.

"Iya Pak, Bu." angguk Wira.

Aku menghampiri Ero yang bingung dengan kepulanganku bersama Wira. Dengan senyum penuh makna, aku mendekatkan wajahku ke wajahnya yang membuatnya langsung menarik diri agar menjauh.

"Kak, ak..aku. masih normal, please ya. Kamu bisa cari cowok yg bukan adek mu buat di cium." ujarnya terdengar menyebalkan.

Aku membelalak dan memukul kepalanya, "Otak mu kurang waras. Ya kali aku mau nyium kamu. Euhhh..ogah."

"Ya abis kakak deket-deket gitu."

"Aku mau bisikin sesuatu, tau." ujarku

"Apaan?" tanyanya tak sabar.

"Harapanmu buat nikah sama Disha bakalan terkabul, tapi tahun depan."

Aku tersenyum melihat reaksi Ero yang sangat tak percaya, namun seperkian detik kemudian, "Ahhh, becandanya nggak lucu." katanya.

Kurang ajar nih bocah. Dia meragukan aku.

"Aku serius tau. Aku bakalan nikah sama Wira dalam tahun ini."

Can't be Trusted (END) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang