Maya meremas tangannya setelah mengatakan bahwa ia ingin pulang. Air mata yang sedari tadi ia tahan-tahan agar tidak keluar di depan banyak orang, akhirnya keluar karena sesak yang ia rasa. Ia bahkan memukul dadanya sendiri agar isak tangisnya tak keluar. Rasanya terlalu malu untuk membiarkan orang lain tau kesedihannya.
"Ahh," desis Maya sambil memegang perutnya karena kakinya yang kesleo dan hampir membuatnya terjatuh. Namun, karena bantuan seseorang, ia akhirnya terselamatkan dari bahaya yang mengancam ia dan janinnya.
"Kamu baik-baik aja?" tanya pria itu.
"Iya, nggak apa-apa." ujar Maya kemudian melihat pria yang masih merangkulnya itu, "Makas-- Josua?"
Pria itu mengangkat sebelah alisnya, "Siapa Josua?" tanyanya.
"Kamu. Kamu kan Josua."
"Bukan, namaku Jordan." ujar pria itu menegaskan.
Maya mendorong pria itu menjauh darinya sambil menatap sinis, "Udah, nggak usah malu walaupun aku pernah nolak kamu. Aku masih inget kok sama muka kamu."
"Oh jadi sekarang anak Pekanbaru udah merantau nih?"
"Tuhkan kamu Josua, langsung tau aja kalo aku anak Pekanbaru." kekeh Maya.
Pria bernama Josua itu berdecak kesal, "Kenapa kamu nangis?"
"Hah? Nangis? Sok tau kamu." desis Maya
"Eleh, aku juga nampak kelez."
"Kamu mau ke mana?" tanya Maya.
"Mau ke pernikahan temen."
"May," Wira menghampiri Maya dengan khawatir dan langsung berusaha melingkarkan tangannya di pinggang wanita itu.
Maya tak memandang Wira sama sekali namun tangannya langsung menepis tangan Wira dengan kasar, "Aku pulang duluan ya." ujarnya pada Josua.
"Eh May, bagi nomor dong."
Maya tanpa basa-basi mengeluarkan ponselnya dan memberinya pada Josua, "Masukin aja nomor kamu, biar aku yang telpon."
Wira memandang tak suka dengan interaksi kedua manusia itu, namun ia sedang tak dapat berbuat apa-apa untuk menghalangi istrinya. Dengan keadaan istrinya marah, itu akan menimbulkan masalah baru.
"Tunggu aku ambil mobil dulu." ujar Wira kemudian langsung melangkah pergi. Maya hanya diam dan menunggu Wira meski sebenarnya ia sangat ingin meninggalkan pria itu untuk menaiki taksi yang berjejer di dekat hotel.
***
Sejak pulang pesta semalam sampai siang ini, Maya sama sekali tak berbicara dengan Wira, meski pria itu terus berusaha memancingnya. Ia tetap menyiapkan seragam dan sarapan pria itu, tapi tanpa kata. Siang ini, akhirnya Wira kembali ke rumah karena ingin makan siang, sekaligus melihat keadaan istrinya.
"May,"
Maya hanya memainkan ponselnya sambil matanya sesekali melihat televisi tanpa menghiraukan gangguan dari Wira yang terus memanggilnya dan memeluknya namun segera ia tepis.
"Sayang, aku laper."
Maya berjalan ke dapur dan segera membuatku makanan untuk Wira, kemudian ia bawa ke depan suaminya dan ia letakkan begitu saja meski Wira mengulurkan tangan untuk menyambut makanannya.
Wira bahkan tak berniat makan sama sekali, ia hanya ingin membuat istrinya merespon ucapannya meski dalam diam. Namun, untuk menghargai istrinya yang sudah terlanjur menyiapkan makanannya, ia memakannya.
Belum berapa suapan, Wira sudah berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Ia benar-benar merasa mual setiap kali mengisi perutnya dengan makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't be Trusted (END) [Revisi]
RomanceNikah sama adiknya mantan adalah hal yang paling nggak pernah terbayangkan dalam hidup Maya, apalagi usia Wira yang terpaut empat tahun lebih muda, tentu saja sebagai wanita, itu menjadi pertimbangan besar untuknya. Malu dong nikah sama berondong. C...