38

5.1K 561 40
                                    

Wira mengelap rambutnya berulang-ulang dengan handuk kecil setelah selesai mandi. Ia mendekati Maya yang sedang menyibukkan diri dengan mengupas mangga lalu memakannya. Dengan gerakan pelan, Wira duduk di belakang Maya dan melingkarkan tangannya ke perut wanita itu.

Maya sempat menghentikan kunyahannya  akibat perbuatan tiba-tiba pria itu sebelum akhirnya melepas tangan Wira dari perutnya. Masih memberi jarak meski beberapa hari lalu mereka sempat berbicara cukup banyak saat di restoran.

"Masih menghindar juga." ujar Wira.

"Enggak." desis Maya tegas.

"Aku udah jelasin semua, Yang."

"Ya udah sih, aku kan nggak nanya apa-apa lagi."

"Tapi cara kamu menghindar itu nunjukin ketidakpercayaan kamu."

"Aku percaya."

"Terus kenapa kamu tetep ngindarin aku kalo kamu percaya?"

"Aku nggak menghindar." tegas Maya untuk kesekian kalinya dan nada bicaranya juga semakin naik.

Drrtt drtt

"Ibu nelpon." ujar Wira saat Maya menoleh padanya ketika ponselnya bergetar. Maya segera ke kamar dan mengambil ponselnya untuk memeriksa apakah ibunya menelponnya sebelumnya. Dan ternyata ada lima panggilan tak terjawab karena ponselnya dalam mode silent.

Ia segera mendekati Wira yang sudah menanyakan kabar ibunya, "Maya juga baik-baik aja kok bu sama dedeknya."

"Ibu pikir kenapa-napa, soalnya udah di telponin hpnya nggak ngangkat."

Wira menatap Maya sebentar, "Hpnya tadi di kamar Bu."

"Oh gitu. Nggak apa-apa, yang penting kalian baik-baik aja."

"Ibu mau ngomong sama Maya?"

"Boleh."

Maya menerima ponsel Wira dan langsung menyapa ibunya dengan mata berkaca-kaca, "Ibu sama bapak baik-baik aja kan? Sehatkan?"

"Sehat. Kamu jaga kesehatan biar bayinya nanti juga sehat. Jangan lupa minum susu sama banyakin makanan bernutrisi."

"Maya nggak begitu berselera sama makanan Bu begitu hamil."

"Nggak boleh gitu. Pikirin kesehatan kandungan kamu."

"Iya bu. Maya kangen sama ibu."

"Ibu tau. Udah nanti kita lepas kangen kalo kamu ke sini nikahannya Ero."

"Ero mau nikah?"

"Iya, masih tunggu tahun depan sih. Emang nggak bilang sama kamu?"

"Enggak. Tiap ngechat cuma nanyain gimana rasanya nikah atau pertanyaan ke arah pernikahan."

"Jadi gimana jawaban kamu? Nikah itu enak nggak?" tanya ibu menggoda.

Maya kemudian terdiam untuk beberapa detik bersamaan dengan Wira yang resah menanti jawaban wanita itu. Hingga kemudian perasaan resah Wira menjadi khawatir saat Maya menangis.

"May, kamu kenapa nangis?"

Maya tersedu-sedu sambil berusaha menghentikan tangisnya, "Ma..af..bu."

"Kenapa?"

"Ma..ya..ban..yak sa..lah sa.ma ibu. Setelah nikah, tanggung jawab Maya besar bu. Ma..af. kalau Maya nyusahin ibu selama ini."

"Ya ampun, ibu pikir kamu kenapa sampe nangisnya begitu. Ternyata baru sadar kamu ngerepotin ibu." sindir ibunya "Udah ah, malu itu sama Wira."

***

Maya mengulurkan tangannya memberi ponsel pada Wira begitu ia selesai berbicara dengan ibunya. Wira mengambil ponsel itu dalam diam namun dengan mata yang menatap Maya cukup lekat.

Can't be Trusted (END) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang