30

5.5K 499 24
                                    

3 Minggu kemudian

Maya merentangkan tangannya di balkon sambil merasakan angin senja dari lantai 12 gedung yang ia pijaki. Ia membuka matanya begitu sepasang tangan memeluk tubuhnya dari belakang dengan mesra.

Wira meletakkan dagunya di atas bahu kanan Maya dan mengeratkan tangannya di perut wanita itu.

"Dari sini bagus ya pemandangannya, aku suka." ujar Maya.

Wira tak menjawab, namun matanya terpejam menikmati hembusan angin yang sebenarnya terinfeksi polusi berbagai kendaraan. Ya, mereka sudah sampai di Semarang tadi siang.

"Kamu mau kita tinggal di apartemen juga?" tanya Wira karena merasa istrinya itu begitu terpesona dengan tempat itu.

"Jangan macem-macem. Aku nggak mau kita makan kerupuk sama kecap terus gara-gara harus bayar cicilan apartemen."

Wira terkekeh, "Iya enggak. Kita puas-puasin aja nginap di sini."

"Emang beneran nggak apa-apa ya kalo kita tinggal di apartemen Daniel?"

"Dia bilang hitung-hitung bulan madu gratis."

"Hm, terus kita kapan pindah ke rumah dinas kamu?"

"Sabar sayang, kita baru juga nyampe tiga jam yang lalu." Ujar Wira mengingatkan bahwa mereka tidak begitu terburu-buru karena tak mengejar sesuatu.

"Ya enggak, aku kan takut aja ada yang datang ke apartemen Daniel dan ngira kita pencuri."

"Ya enggaklah."

"Oh iya, aku lupa ngabarin Selina kalo kita udah nyampe." panik Maya langsung melepas pelukan Wira dan memasuki kamar untuk mengambil ponselnya.

Wira hanya menggelengkan kepalanya takjub dengan istrinya yang bisa mengabaikannya begitu saja hanya karena Selina. Meski Selina sdang tak ada di dekatnya, namun kini ia merasa kesal dengan Selina.

Dari pagar balkon ia hanya melihat gerakan bibir Maya bertelponan dengan Selina. Ia sendiri tak menyangka jika akhirnya dirinya jatuh sangat dalam pada pesona Maya hingga apapun yang membuat wanita itu tersenyum ikut membuat bibirnya tertarik membentuk lengkungan ke atas.

"Wira, sini, jangan senyum-senyum mesum di situ." Tegur Maya.

Kalimat itu membuat Wira geram sendiri, bagaimana mungkin Maya begitu sering menyebutnya mesum seenak jidat saja. Ia segera menghampiri istrinya sambil menjitak kepala wanita itu.

"Aww, apa-apaan sih, sakit tau."

"Nggak tau dan nggak mau tau." judes Wira, "Salah sendiri bilang aku mesum terus.”

"Salah kamu lah, masa di pagar balkon senyum-senyum macem orang gila."

"Ya terus kenapa bilangnya mesum?"

"Emang senyum kamu itu mesum tau, aku aja ngeri litanya."

"Sayang." desis Wira tak terima melihat ekspresi Maya yang seperti orang takut menatapnya "Gini-gini juga aku tau kapan harus mesum kapan enggak."

"Terus kapan kamu mesum?"

"Kalo deket kamu." goda Wira membuat Maya mencebikkan bibirnya.

"Kalo nggak mesum, kapan?"

"Kalo deket kamu tapi ada orang lain."

"Isss, dasar."

"Mumpung nggak ada orang, kamu mau nggak aku mesumin sekarang?" goda Wira sambil menghimpit tubuh Maya membuat wanita itu hanya memutar bola matanya malas. Tangannya mendorong dada Wira

"Mesum-mesum. Kita harus bebenah ke rumah dinas kamu sekarang, aku males ya nanti bebenahnya sendirian kalo kamu kerja."

Wira mengacak rambut istrinya gemas, "Nafsu banget sih ke rumah dinas."

Can't be Trusted (END) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang