34

5K 540 51
                                    

Wira menyapu lantai dengan wajah penuh keringat, sedangkan Maya tidur-tiduran di tikar, menatap televisi, sambil melirik suaminya sambil sesekali menggelengkan kepala.

"Yang, kamu ngerjain kerjaan rumah tiap hari cape nggak?" tanya Wira karena merasa bahwa itu pekerjaan yang cukup melelahkan.

"Cape lah. Udah, makanya sini ku kerjain. Aku masih sanggup tau."

"Nggak apa-apa, selagi aku libur kan bisa ku kerjain. Kamu tidur-tidur aja sama baby."

"Bandel banget, padahal udah keringetan banget gitu."

"Nggak apa-apa. Oh ya, kamu udah siapin bajunya kan Yang?"

"Udah, selo aja. Aku udah nyiapin semua yang nggak malu-maluin kamu."

Wira mengelap keringatnya dengan kaos yang ia pakai kemudian membukanya sambil menghampiri istrinya. Maya menurunkan suhu AC agar Wira tak terlalu kepanasan.

"Sayang aku capek, padahal belum ngepel." keluh Wira.

Maya mengusap kepala Wira dengan senyum kecil, "Manis banget sih suami aku." ujarnya dengan gemas mencubit pipi Wira. "Jadi suami yang sweet terus ya sampe kita habis usia."

Wira memeluk Maya sambil menurunkan tubuhnya hingga kepalanya berhadapan dengan perut Maya, "Anak Ayah lagi apa di dalam? Sehat terus ya Sayang."

Maya menggelengkan kepalanya, "Nggak mungkin lagi cuci piring, Ayah. Di sini nggak kayak di rumah, ada perabotan rumah tangganya." ujarnya dengan suara anak-anak.

Wira terkekeh kemudian mencium perut Maya berkali-kali sampai Maya menahan kepala Wira, "Anak terus yang dicium, ibunya kapan?"

Wira duduk tegak menatap Maya dengan senyum smirk-nya, ia mencium pipi Maya selama lima detik kemudian kembali menarik diri, "Nyium kamu selama seharian pun aku nggak akan bosan."

Maya mengalungkan tangannya dileher Wira dengan gerakan menggoda sambil menggigit bibirnya. Wira mencium bibir Maya dan melumatnya serta makin merapatkan dirinya dengan Maya sampai mereka merasa kehabisan oksigen, barulah mereka melepas pagutannya.

Dengan senyum menggoda, Maya mengeratkan tangannya yang melingkari leher Wira, "Karena kamu udah buka baju, kenapa nggak sekalian kita buka yang lain juga." pancingnya.

Wira terkekeh kemudian menjauhkan diri dari Maya, "Masih pagi menjelang siang, Sayang. Lagipula nanti kita mau ke pernikahan temen aku, kamu nggak mau kan harus pake baju yang bikin kamu kayak orang kedinginan?"

Maya mengangguk pasrah, "Aku ngerasa ditolak."

"Enggak, Sayang. Bukan cuma kamu yang kangen sama aku, aku juga kangen kamu."

"Beneran?"

"Iya." angguk Wira, matanya menatap Maya dengan hangat, "I love you." ujarnya lebih seperti bisikan.

Maya mengangguk, "Aku tau."

***

"May, minum susu dulu." teriak Wira dari dapur sedangkan Maya sedang bersiap-siap di kamar.

Maya mendengus, "Jangan teriak-teriak, malu sama tetangga." tegurnya sambil berjalan ke dapur mendekati Wira yang sedang menyuci piring.

Wira menyimpan piring terakhir setelah selesai membilasnya kemudian membalikan tubuhnya dan seketika ia dibuat terpelongo oleh penampilan istrinya, "Ini kamu dapet gaun gini dari mana? Kok aku nggak pernah tau?"

Maya memandang gaunnya sebentar, "Beli lah masa dapet. Emang keliatan murahan ya?" tanyanya salah menangkap maksud pertanyaan Wira.

Wira mengangguk tanpa sadar, "Iya, kamu keliatan murahan banget." Ujarnya secara spontan.

Can't be Trusted (END) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang