***
Happy Reading guys.***
Wira menutup kembali tupperware yang berisi brownies buatanku setelah makan hampir setengah isinya. Bikin aku kepingin juga sih, tapi apa daya, aku benar-benar sedang diet.
"Kok nggak dihabisin?" tanyaku sambil mengangkat alis.
Ia tersenyum miring "Gak sanggup lagi. Browniesnya kemanisan, ditambah lagi makannya sambil liatin kamu. Takut diabetes." gombalnya.
Aku berusaha kuat menahan senyuman malu-maluin ini. Sumpah, susah banget rasanya ngontrol mimik muka aku untuk nggak terpengaruh dengan gombalan receh Wira. Sayangnya gombalan receh itu mampu membuat jantungku berdebar-debar mau copot. Jiaaahh alayyy bet dah.
"Apaan sih, receh banget." Cetus ku tak tahu malu. Padahal mau lagi haha.
"Receh begitu juga bikin pipi kamu merah."
"Apaan, nggak ada ya." hindarku malu. Hal itu malah makin membuat pipiku memanas.
"Laper nggak?" tanyanya sambil memainkan ponselnya.
"Kalau lapar kenapa?" tanyaku padanya.
"Biar kita keluar."
"Aku sih nggak begitu laper tapi nggak apa-apa deh keluar. Yuk, aku pengen tau di Pekanbaru ada apa aja." ajakku.
"Aelah, kayak nggak pernah ke Pekanbaru aja." ledeknya.
"Ya kan jarang, kalau kamu kan selalu di sini pasti udah tahu semua wilayah."
"Ya udah yuk aku ajak keliling."
***
Setelah mengunci pintu asrama, Wira kemudian berjalan ke arah mobil hitam kilat miliknya yang masih kredit. Jiahhh, sok tau amat ya. Enggak-enggak, aku nggak tau itu masih kredit atau sudah lunas atau bahkan punya orang.
"Mobilnya bagus. Udah lunas atau masih kredit?" tanyaku terus terang tanpa basa-basi dan tanpa tahu malu.
Wira terkekeh geli mendengar pertanyaanku sambil menyetir, ah, biarin ajalah kalau dia mikir aku cewek matre. Aku kan harus mastiin kalau doi nggak punya banyak hutang sebelum ngeresmiin aku.
"Udah lunas. Tenang aja."
"Enggak, aku cuma bercanda kok." padahal nanyanya serius banget tadi.
Wira tetap fokus menyetir meski ia terkekeh. Aku sesekali meliriknya dan melihat ke arah jalan. Agak canggung juga sih setelah pertanyaan tadi. Setelah dipikir-pikir, rasanya kok nggak sopan banget ya.
"Kita nonton yuk, Wir." ajakku berusaha membuat ia melupakan hal tadi.
"Nonton apa?"
"Film horor."
"Berani?"
"Iya. Kan aku penyuka film horor."
"Aku enggak suka tuh." ujar Wira
"Terus, kamu sukanya apa? Romantis, action atau misteri?"
"Kamu. Aku suka-Nya kamu, Maya."
Siallllllll.
Caranya menyebut namaku benar-benar membuatku deg-degan.
Dia bisa banget sih buat aku mati kutu. Jangan-jangan dia sebenarnya punya kamus khusus yang isinya tips-tips untuk menaklukkan wanita dari kakek buyutnya. Mungkin itu juga yang bikin aku kemaren sampe jadian sama Yael. Aduhhhh, kok jadi inget mantan sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't be Trusted (END) [Revisi]
RomanceNikah sama adiknya mantan adalah hal yang paling nggak pernah terbayangkan dalam hidup Maya, apalagi usia Wira yang terpaut empat tahun lebih muda, tentu saja sebagai wanita, itu menjadi pertimbangan besar untuknya. Malu dong nikah sama berondong. C...