Sudah dua bulan Maya dan Wira tinggal di rumah dinas mereka dan selama itu pula Maya senang bisa mengenal ibu-ibu Bhayangkari yang sangat ramah padanya bahkan sampai ada yang terlalu sok kenal sok dekat. Ada juga yang sulit untuk didekati.
Setidaknya, ia benar-benar merasa nyaman ikut kegiatan di komplek itu yang baru dua kali terjadi karena ada beberapa halangan sebelumnya saat ia sudah di sana.
Seperti saat ini, kegiatan komplek berlangsung dengan penuh keseruan, masing-masing kelompok membuat sebuah kue dengan resep dari chef yang mereka undang. Mengenai kegiatan seperti itu, sudah pasti mereka membayar uang kas untuk bekal kegiatan di masa yang akan datang.
Maya benar-benar fokus memperhatikan bagaimana pembuatan kue itu supaya ia bisa mencoba membuatnya di rumah mereka. Namun melihatnya saja sudah membuat Maya sangat pusing.
Bu Desti menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil melihat Maya yang ia tau sedang kesulitan memahami pembuatan kue itu.
"Neng Maya nggak pinter buat kue ya?"
Maya melihat Bu Desti, "Bukan nggak pinter bu, nggak tau sama sekali. Setelah nikah kok ngerasa buruk ya, bu." Akunya malu sendiri.
Bu Desti tertawa mendengar ucapan Maya yang menurutnya sangat lucu dan ia pernah mengalami hal itu sendiri saat awal-awal menikah dengan suaminya.
"Nggak apa-apa, yang penting ada niat dan mau belajar."
"Mau dong bu. Ibu tau buatnya?"
"Tau tapi gak terlalu pinter neng. Kalo neng mau, kapan-kapan saya datang ke rumah neng aja biar belajar bikin kuenya."
"Oh iya bu, mau banget."
***
Maya membuka pintu begitu saja saat ia mendapati pintu rumahnya tak terkunci. Ternyata di dalam sudah ada Wira yang tertidur. Maya mendekati pria itu setelah menutup pintu rumahnya kemudian mengusap wajah Wira dengan lembut. Wajah yang terlelap, tapi menunjukkan kelelahan bahkan dalam tidurnya.
Ia kemudian bersiap-siap memasak karena hari yang sudah sore dan masakannya tadi sudah habis karena tadi pagi ia masak tak terlalu banyak. Hanya menghabiskan sisa dari bahan masakan yang sebelumnya.
Setelah selesai memasak, Maya kemudian mandi karena badannya benar-benar sangat gerah akibat aktivitas seharian yang menghabiskan cukup banyak tenaga. Belum lagi, hari ini benar-benar panas, membuat tubuhnya banyak berkeringat.
Ia kembali menghampiri Wira karena mendengar ponsel pria itu yang berbunyi dan melihat tanda adanya penelpon. Ia kemudian mengguncang tubuh Wira pelan, "Bangun Wir, ada telpon."
Wira hanya menggeliat namun tak bangun sama sekali hingga Maya kembali mengguncang tubuh pria itu, "Bangun Wira, ada telpon penting ini di hp kerja kamu."
"WIRAAAA BANGUUUNNN."
Wira langsung bangun dan mengerjapkan matanya beberapa kali dengan linglung, "Hm," ia bergumam sambil melihat Maya. "Ada telpon" ujar Maya.
Wira duduk dan segera menjawab telponnya. Tangan kirinya yang tak memegang ponsel ia gunakan menarik Maya hingga wanita itu berada dalam dekapannya.
Maya duduk dan menikmati bau tubuh Wira yang tidak segar namun tetap nyaman untuk ia hirup, ikut mendengar pembicaraan telpon sambil membuka ponsel Wira yang lain.
Maya melihat wajah suaminya begitu telpon berakhir, Wira menghela nafas kasar kemudian melepaskan rangkulannya dari Maya dan berbaring di paha wanita itu. Lelah yang sempat terobati setelah ia tidur, kini kembali setelah telpon barusan.
Dengan lembut tangan wanita itu mengusap kepala Wira dan membelai lembut wajah letih itu, "Kamu kenapa?" tanyanya.
Wira menenggelamkan wajahnya ke perut Maya dan memeluk erat pinggang wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't be Trusted (END) [Revisi]
RomanceNikah sama adiknya mantan adalah hal yang paling nggak pernah terbayangkan dalam hidup Maya, apalagi usia Wira yang terpaut empat tahun lebih muda, tentu saja sebagai wanita, itu menjadi pertimbangan besar untuknya. Malu dong nikah sama berondong. C...