Prolog

492 57 66
                                    

Verinna Helena POV

            Pernah berpikiran untuk bunuh diri?

Bagi yang pernah, sebaiknya baca buku ini. Bagi yang tidak, jangan sok menasehati. Aku tidak suka dinasehati oleh siapapun. Ada yang menasehati itu sama saja dengan minta dibunuh olehku.

Ada yang berminat menasehati?

Oke, kembali ke pertanyaan awal. Ada yang pernah berpikiran untuk bunuh diri? Bagi yang pernah, kalian pasti satu jalan pikirannya denganku. Aku sendiri sudah sering dikatai psikopat dan aku tidak keberatan, karena memang itulah aku. Aku psikopat gila. Aku, yang tidak pernah disayang oleh keluargaku, tapi dicintai oleh teman-temanku. Aku, yang tidak pernah dipedulikan oleh orangtuaku, tapi selalu berbagi suka-duka dengan sahabatku. Aku, yang selalu dibandingkan dengan adikku, tapi selalu dipuji oleh temanku, bahkan musuhku pun mengakui kelebihanku.

Bahkan musuhku saja masih lebih peduli daripada keluargaku.

Keluarga brengsek!

Itulah yang terlintas di otakku saat ini.

Aku berjalan maju dan menatap ke bawah. Malam yang indah. Indah untuk hari kematianku. Sudah kutetapkan tanggalnya. Tanggal 10 Juni. Tanggal di mana orangtuaku menikah secara resmi. Tanggal di mana aku sudah di lahirkan sebelumnya, menandakan aku ini anak yang tidak diinginkan.

Hari ini, semua sedang berada di luar rumah, kecuali aku. Aku tidak diajak dalam perayaan pernikahan kedua orangtuaku sendiri. Aku, anak pertamanya, tidak pernah diundang dalam acara kacangan semacam itu. Aku membenci mereka? Tentu saja. Yang berani berkata sayang orangtua, biasanya ingin sekali kubabat mereka semua karena aku tidak pernah merasakan yang namanya "disayang orangtua".

Membayangkan saja sudah cukup menjijikkan.

Hari ini, aku memang berniat begitu. Berniat untuk bunuh diri. Aku sudah menulis sebuah surat yang indah, ditulis menggunakan darahku yang baru saja keluar dari telunjukku karena aku menusukkan telunjukku pada sebuah jarum. Surat yang benar-benar indah. Perfect.

Sekarang, aku hanya perlu menutup mataku, menarik nafasku, dan terjun ke bawah...

Hanya itu saja kok. Sesimpel itu.

Semua ini terjadi karena keluargaku. Aku akan menyalahkan mereka jika aku mati. Aku tidak akan mati dengan damai. Yang benar saja! Aku bunuh diri begini dibilang mati secara "damai"?

Aku mulai melangkah maju lagi dan kakiku sudah tinggal setengah lagi yang masih berada di lantai yang kotor ini. Aku tersenyum puas dan perlahan berganti menjadi senyum penuh kebencian. Aku seorang anak yang tidak pernah merasakan kasih sayang. Aku seorang anak yang sering menjadi pelampiasan kebencian orangtuaku. Teman-temanku? Tidak akan ada yang peduli. Pada akhirnya, semuanya akan sama: sama-sama membenciku.

Baru saja aku menutup mataku dan ingin menarik nafasku, seseorang menarikku ke belakang dengan kasar.

"Lo kenapa sih?! Mau mati?! Ga usah mikir! Langsung terjun aja kalo mau!" bentak orang itu.

Aku masih belum berani membuka mataku. Tubuhku malah gemetaran ditahan seperti ini. Aku marah. Ya, aku marah. Sudah tiga kali aku mencoba bunuh diri dan batal! Kenapa selalu ada orang yang mengacaukan rencanaku? Dan siapa kali ini yang berani-berani menahanku?

"Hei, Verinna! Jawab gue!"

Aku mengatur nafasku secara terang-terangan dan membuka mataku dengan tajam. Tapi sedetik kemudian, aku terkesiap mengetahui orang yang menahanku untuk bunuh diri.

Alvino Putra Irawan. Cowok paling pintar sekaligus paling kubenci dalam hidupku.



491 words

INI PROLOG. MAKANYA DIKIT. SORIII

btw, gua bukannya cape bikin buku #MGFSERIES, cuma ini selingan sejenak saja. abisnya, kayak bosen aja gitu nulis yg MGF te ga ada abisnya

cerita ini realita, tapi hanya tokoh ceweknya yaitu Verinna Helena ini.

Verinna Helena ini adalah gua. makanya ceritanya bakal detail banget. beberapa nama ga akan gua samarin. tapi beberapa lagi, gua samarin.

jangan lupa vote yaaaa

jangan lupa juga follow insta CHAVERALIVENA DAN ANGELICA.RIVELA yaaaa

sekian dari prolog

salam dari Verinna yang nyaris jatoh


bab 1 is coming soon...

YOU'RE (NOT) MINE--CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang