Bab 33 part (b)

47 6 0
                                    

BUDAYAKAN VOTE SEBELUM ATAU SESUDAH MEMBACA!!!

Verinna Helena POV

            Aku melirik ke arah kotak itu sebentar. "Lo aja yang buka. Gue ga minat," kataku datar.

"Rin, ayolah," kata Vino memelas. "Lo jadi baperan kayak gini tuh gue pusing, tau?!"

"Siapa juga yang baperan?" tanyaku ketus. "Udah deh, Vin. Asli, gue ngantuk. Jangan bikin gue bete deh."

Vino menghela nafasnya. "Oke, gue yang buka di ruang keluarga. Tapi lo duduk di sebelah gue," katanya. "Oke?"

Aku mendengus sebal. "Lo buka aja sendiri," kataku sebal. "Udah, jangan ganggu gue..."

Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, Vino sudah merangkulku dan membawaku dengan paksa ke ruang keluarganya.

"Aduh, Vin! Serius deh, gue capek!" seruku jengkel dipaksa oleh Vino terus-menerus.

"Ngomong aja kalo lo ga suka ngebahas soal Tiara," kata Vino sambil cemberut kemudian duduk di sebelahku. "Nih, bukain."

Aku mengelak. "Elo yang buka lah! Dia kan ngasihnya buat lo!" seruku spontan.

"Kan disuruh bukanya barengan..."

"Lo aja!" selaku ketus. "Ga usah bantah lagi! Cepet buka sama lo aja! Udah gitu, ga mau tau, gue mau ke kamar!"

Vino mendelik sebal. "Iya, iya, iya," sahutnya jengkel kemudian membuka kotak itu dengan cepat.

"Nah, udah buka kan? Gue tinggal ya..."

"Eh, tunggu, Rin," kata Vino dengan nada shock. "Ini..."

"Apa?" tanyaku mendadak penasaran melihat muka Vino yang memucat. Buru-buru, aku melihat isi kotak itu. "Ada yang aneh?"

Aku melihat beberapa foto. Foto anak kecil yang menyerupai Vino. Mungkin, itu adalah foto masa kecilnya Vino. Tapi...

Ehm, tunggu. "Kenapa ada foto gue di sini?!" teriakku kaget.

"I-itu dia, Rin," kata Vino. "Foto ini...dia dapet dari mana? Foto ini cuma ada di rumah gue, Rin! Foto ini cuma ada di album gue dan cuma ada satu! Kenapa dia punya duplikatnya?!"

"Anjir, anjir, anjir, anjir," gumamku pelan. "Foto yang gue juga...gue ga pernah ngeliat foto itu selain di album foto gue."

"Apa dia...psikopat?" tanya Vino penuh keraguan.

Aku tersenyum miris. "Bukan psikopat. Dia terobsesi sama lo, tepatnya," cetusku cepat.

Vino tertawa garing. "Haha. Dengan terobsesi sama gue kan bisa menimbulkan sisi psikopat dalam dirinya, Rin," kata Vino datar. "Terus, gue harus gimana?"

Aku menatapnya datar, kemudian mengangkat bahuku. "Mana gue tau! Tapi, bisa aja dia bener-bener psikopat," kataku serius.

"Tau dari mana lo?"

"Kotak kadonya...warna putih. Orang yang psikopat itu ga suka warna merah darah atau hitam. Mereka lebih milih warna yang polos dan menunjukkan bahwa dirinya ga ada apa-apa. Dan itu adalah warna putih," kataku sotoy. "Itu sih yang pernah gue baca di google."

"Masa sih?" tanya Vino sambil mengangkat alisnya. "Yah, whatever lah ya. Yang jelas...ehm, tunggu bentar, Rin. Kayaknya Tiara ngasih surat buat kita."

"Surat apa?" tanyaku kembali duduk di sampingnya.

Sambil membuka surat, Vino nyeletuk, "Cie, penasaran."

Aku mendengus sebal dan berdiri lagi. "Ya udah, gue ke kamar aja!" ketusku kesal.

Sebelum aku sempat bergerak sesenti, Vino buru-buru berdiri dan menahan lenganku. Serta mencium pipiku sekilas.

Aku menarik nafasku dalam-dalam. Fix, ini sih speechless banget!

"Jangan pergi atau gue cium lagi," ancamnya di dekat telingaku.

Aku termenung sebentar, kemudian tersenyum sinis. "Emangnya, lo siapanya gue sampe bisa nyuruh-nyuruh gue seenak jidat?"

"Gue? Gue yang mencintai lo dengan sepenuh hati gue," katanya masih di dekat telingaku.

Aku tertawa kecil. "Ga mungkin. Kalo lo mencintai gue sepenuh hati lo, apa lo ga punya hati buat orangtua lo?" tanyaku.

"Jangan debat, Rin. Mending kita baca suratnya," kata Vino lembut sambil mendudukkanku kembali di sofa yang empuk banget.

Aku menghela nafasku. "Mana suratnya?"

"Ini," kata Vino sambil menyerahkan secarik kertas padaku. "Bacain."

Aku membacanya.

"Hai, Rin, Vin! Ini gue, Tiara. Sori sebelumnya kalo gue udah bikin masalah yang besar di antara hubungan lo berdua. Tapi serius deh, terutama buat Verinna, gue sama sekali ga bermaksud nikung lo. Gue cuma pengen deket aja sama Vino karena dia orangnya asyik.

Oh iya, buat Vino, makasih banget karena belakangan ini gue jadi agak lega setelah cerita masalah pribadi gue ke lo. Tapi sejujurnya, itu semua bohong. Nyokap gue ga meninggal kok. Nyokap gue masih ada.

Poin yang pengen gue sampein, minggu depan, tepat di bulan Juli, gue bakal pindah ke Singapura. Gue ga akan sekolah di Bandung lagi. Jadi, gue nulis surat ini sebagai bentuk terima kasih dari gue dan sebagai permintaan maaf dari gue.

Buat Verinna, please, gue mohon persahabatan kita jangan sampe putus ya!

Salam dari, Tiara."

Aku menatap surat itu sambil menyipitkan mataku. "Ga ada surat tambahan, Vin?"

"Maksud lo?" tanya Vino heran.

"Ini...suratnya ngegantung. Maksud gue, dia ga ngejelasin kenapa dia punya foto kita pas kecil," kataku yakin. "Dia pasti naro surat lagi deh."

"Coba ya, gue cek dulu," kata Vino sambil mengeluarkan semua isi dari kotak putih tersebut. "Ada, ada!"

Aku merebut secarik kertas yang berukuran lebih kecil dari surat sebelumnya dan segera membukanya. "Lo yang baca gih."

"Yeee...ngapain lo rebut kalo gitu?" tanya Vino sambil tertawa dan mengambil kembali kertas tersebut.

Vino mulai membaca suratnya.

"Foto ini gue dapet dari Venza. Dia stalker sejati bagi gue. Dia sumber informasi gue. Makasih."

"Venzana Defano. Dia bakal menghadapi kematian lebih cepat di tangan gue," kataku geram.


826 words

heu siah mampus kena amuk dari RinRin siah, Ven!--awthor nakut-nakutin

APA SIH THOR! AKU GA BERDOSA GINI! KAMU TEGA YA, THOR. NYALAHIN GUE!!!--Venza nangis alay

najis lo anjirrr--awthor

AKU JYJYK SAMA AWTHOR!--Venza

MATI SIAH, VEN!--awthor megang linggis


ini part b nyaaa

ditunggu part c nya yaaa

fast update untuk bab 33 ini


bab 33 part (c) is coming soon...

YOU'RE (NOT) MINE--CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang