Bab 31 part (b)

63 6 0
                                    

BUDAYAKAN VOTE SEBELUM ATAU SESUDAH MEMBACA!!!

Verinna Helena POV

            "Vin, apaan sih! Lepasin, Vin!" seruku sambil memukul dadanya, tapi mengaitkan lenganku pada lehernya karena takut jatuh. "Lepas, Vin. Lepas!"

Vino menyeringai ke arahku. "Lo harus dipaksa baru mau," katanya enteng sambil berjalan dan mulai menuruni tangga.

Seandainya aku sadis, sudah pasti aku mendorong Vino dan menghajarnya habis-habisan. Tapi, aku bukan tipe orang yang hobi menyiksa orang kok. Lebih baik menyiksa diri sendiri deh.

"Nah, udah sampe bawah..."

"Ya turunin gue kalo udah sampe!" seruku jengkel.

"Iya, iya! Galak banget sih," dumel Vino sambil menuruniku tapi masih memeluk pinggangku.

"I-iya udah sih," kataku canggung. "Tapi ga usah peluk-peluk gini juga dong."

"Diem deh," kata Vino sambil memperhatikanku dengan saksama dan sesekali tersenyum padaku.

"Apa sih, Vin?" tanyaku tidak tahan lagi. "Gue bisa dorong lo sampe jatuh tersungkur di depan gue loh. Mau nyoba?"

"Bisa ga sih, lo diem dulu?" tanya Vino agak jengkel, tapi tetap menatapku intens.

Aku terdiam dan menuruti kata-katanya. Sesekali aku menatapnya aneh dan menunggunya berbicara lagi. Tapi sepertinya, dia tidak terlihat ingin berbicara.

"Elo..."

"Diem, Rin," katanya menyelaku. "Aduh, gue mendadak haus nih, Rin."

"Terus?" tanyaku mendadak sinis. "Lo bener-bener ngeselin deh, Vin!"

"Emang," kata Vino sambil menyeringai padaku dan menempelkan keningnya pada keningku. Hidungku dengannya nyaris bersentuhan dan aku bisa mendengar nafasnya saat ini.

"Verinna Helena," katanya sambil tersenyum. "Gue ga ngerti deh sama diri gue sendiri. Kenapa lo itu punya daya tarik tersendiri bagi gue? Kenapa lo selalu menarik perhatian gue? Secara kita ini saingan berat. Tapi, gue...yah, gue ga ngerti deh sama diri gue sendiri."

Aku mengangkat alisku dan tersenyum. "Lo juga sama kok," kataku dengan perlahan dan ragu. Takut jika respon dari Vino tidak sesuai dengan keinginanku.

"Masa sih?" tanya Vino sambil tersenyum dan menampakkan giginya yang rapi. "Berarti gue emang kece banget ya. Bisa narik perhatian lo..."

"Jangan ngerusak momen deh," kataku bete. "Kadar ge-er lo emang ga pernah berkurang deh dari dulu."

Vino tertawa kecil dan mencubit pipiku lembut. "Sejak kapan gue ga ge-er coba?"

Aku mencubit balik pipinya Vino. "Sejak kiamat," kataku enteng. "Udah ah, gue mau pergi. Lagian, kalo gue di sini dengan keadaan kayak gini, gue juga ga bisa nafas!"

Vino tersenyum sembari menyeringai sebentar kepadaku. Dia semakin mendekatkan wajahnya ke arahku dan...

"Vin, balek. Gue makin ga bisa nafas nih," kataku yang kini benar-benar kehabisan oksigen karena ulahnya.

"Biarin," kata Vino perlahan. Kemudian, secara perlahan—tapi pasti—dia mencium bibirku dengan lembut.

Aku buru-buru mencengkeram baju Vino dengan keras-keras karena aku takut jatuh. Takut jatuh pada pesonanya saat ini. Aku tidak bisa menolak ciuman darinya. Dia cenderung...menuntut. Jadi, yah, bisa dibilang aku membalasnya.

Tangan Vino menangkup wajahku sehingga mau tidak mau, aku melingkarkan kedua tanganku ke belakang leher Vino sambil tetap menciumi bibirnya yang manis itu.

Setelah dia menghentikan ciumannya, dia menatapku lekat. "Rin," panggilnya.

"Apa?" tanyaku dengan nafas yang tidak beraturan.

"S-sori kalo tadi gue spontan..."

"Ga apa-apa," kataku setengah mati menahan malu dari Vino. "Gue juga menikmatinya kok."

Tawa Vino segera meledak. "Ya ampun! Udah mulai jujur ya lo sama gue," katanya sambil terbahak-bahak.

Aku mendelik sebal. "Jujur salah, bohong dosa," dumelku bete.

"Eits, jangan ngambek gitu dong, Rin," kata Vino sambil tertawa kecil. "Ya udah deh, kalo lo ga mau pulang, gue anterin lo ke rumah Lara aja. Gimana?"

Sebenarnya, saat ini aku—serius—tidak ingin pergi ke mana-mana. Tapi, karena sedari tadi Vino memaksaku untuk pulang dan sepertinya ini adalah usahanya yang terakhir untuk membujukku pulang. Jadi, untuk menghargai usahanya, aku mengiyakannya.

"Nah, bagus. Dari tadi kek bilang "iya" gitu. Masa sih harus gue cium dulu baru lo mau bilang "iya"?" gerutu Vino kesal.

Aku mendelik sebal sambil mencubit perut Vino keras-keras. "Ga usah dibahas soal begituan deh!"

"A-aduh! Sakit, Rin! Rin! Sakit!" teriak Vino sambil meringis dan memegangi perutnya. "Aduh, ini sih pasti biru deh pulang-pulang."

"Rasain," kataku sebal. "Udah ah, Lara ada di mana?"

"Di rumah Andra. Kan tadi gue udah bilang," kata Vino sambil menggenggam tanganku. "Ayo, kita ke sana."

Aku tersenyum dan mengangguk, serta menggenggam tangannya lebih erat lagi.

Setidaknya, hari ini aku tau bahwa di dunia ini, mungkin keluarga tidak menyayangi diriku. Tapi ada seseorang—atau mungkin sejuta orang—yang menyayangi kita tanpa kita ketahui.

Dan Alvino Putra Irawan adalah orang yang paling pertama dan orang yang paling sayang denganku.


705 words

eaaaa orang yang paling disayang, cenah 

gimana? rame kan? rame karena ada itunya wkwkwk

najaeminwife baca part ini haha!


bab 32 nya masih belum dibikin sori banget yaaa

tapi smoga fast updateeeee

doakan saja

aku mulai lelah dengan semua ini

maksudnya dengan tugas, bukan sama nulis buku kok :) da aku mah baik ke buku teh ya


jangan lupa vote dan follow insta ANGELICA.RIVELA yaaaa

sekian dari bab 31 part b


bab 32 is coming soon...


YOU'RE (NOT) MINE--CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang