Bab 10

98 16 8
                                    

Verinna Helena POV

Hari ini benar-benar melelahkan.

Bagaimana tidak? Tanggal 2 Juni nanti, aku harus tampil di acara wisuda sebagai pianis yang mengiringi para siswa untuk memberikan hadiah pada orangtua. Aku juga harus mengiringi sebagai violinis para orangtua siswa dan teman-temanku ketika mereka sedang beremeh-temeh yang cih banget.

Gila. Aku stres banget sekarang ini.

Aku latihan bersama band-ku (cia, sombong banget ye) setiap hari Selasa dan Jumat selama bulan Mei. Mendadak saja waktu liburanku menjadi sibuk begini. Tapi bukan berarti aku tidak senang jika harus latihan begini. Sebaliknya, kalau aku tidak latihan, mungkin aku sudah uring-uringan di rumah karena tidak diijinkan keluar rumah sama sekali dan pasti bakal gabut pake banget.

Ketika tanggal 22 Mei, aku mendapat pesan dari Bu Santi (yep, itu nama guru yang kini mengatur-ngatur untuk acara perpisahan gaje nanti) bahwa aku dan teman-temanku harus persiapan di GOR (sekolahku memang tajir banget, sampai punya GOR segala) dan mencoba panggung secara langsung (yang benar saja! Dia kira aku ini amatiran, hah?!).

Tapi aku tidak banyak bacot lagi dan mulai tanggal 22 Mei, aku dan teman-temanku—ehm, maksudku anggota band-ku—latihan setiap hari, kecuali hari Sabtu dan Minggu.

Soalnya, hari Sabtu itu jadwalnya aku dengan Lara dan Tiara untuk jalan-jalan (hehe).

Tanggal 25 Mei, merupakan hari terakhirku untuk latihan bersama band-ku. Sisanya, dipakai untuk gladi kotor dan gladi bersih. Oleh sebab itu, hari ini kita benar-benar latihan dengan serius.

"Woi, chord-nya ngaco!" teriakku pada Joshua, yang menjadi gitaris.

"Maap, maap! Abisnya, gue ngikutin bass!" seru Joshua yang suaranya nyaris tertimpa ketika kami sedang latihan.

"Euh, maneh teh ngaco wae!" seruku pada Didi dengan jengkel.

Didi, sebagai bassist, hanya nyengir saja kepadaku. "Gue lupa bege!"

"Eh! Itu ketukan juga salah, kunyuk!" seruku pada Jovi, yang menjadi drummer.

"Bener, anjir! Aing main pake feeling, yeuh!" seru Jovi bete.

"Feeling sia kurang elit!" teriakku. "Yang nyanyi kenapa ga masuk?!"

Lara—yang kebagian menyanyi—dan Jojo—yang kebagian menyanyi juga—menatapku bingung. "Kan lo belum nyuruh kita masuk," kata mereka polos.

Oh iya. Benar juga.

Yah, seperti itulah suasana ketika aku sedang latihan band untuk acara perpisahan nanti (padahal, tau lulus atau tidak juga masih belum tau! Udah main latihan saja. Guru-guru memang laknat).

Yang membedakan hari ini dengan hari sebelumnya adalah...

"Lo ngapain di sini? Nyasar?" tanyaku mengejek.

Cowok itu tersenyum masam. "Kaga ye. Gue ke sini emang mau jemput lo!"

"Ngapain? Gue kan bakal pesen go-jek," kataku cepat.

"Nah, hari ini ga usah pesen," katanya tak kalah cepat. "Lo bayarnya ke gue aja..."

"Gue berasa lagi dipalak sama preman, tau?!" timpalku. "Kalo lo butuh duit, ngomong aja! Gue baru tau kalo orang kaya bisa miskin juga. Benar-benar memalukan nama baik dari Irawan."

YOU'RE (NOT) MINE--CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang