Bab 9

84 17 3
                                    

Verinna Helena POV

Hari ini aku berulang tahun dan aku sama sekali tidak berminat mengadakan pesta kecil-kecilan, maupun besar-besaran.

Ya, kurasa aku ini memang pantas dicap sebagai "anak paling sial" di seluruh dunia. Setelah ujian, aku tidak punya handphone lagi, kedua temanku—Lara dan Tiara—malah main ngacir begitu saja (yep, mereka tidak menungguku keluar, melainkan langsung kabur begitu saja tanpa sepengetahuanku), hingga...

Papaku datang menjemputku.

Bagi anak-anak pada umumnya, mungkin akan merasa senang jika diantar-jemput seperti ini. Entah oleh orangtua, maupun oleh supir. Yang penting, tidak pulang sendirian. Tapi lain halnya denganku. Jika aku sudah dijemput seperti ini, pasti akan ada hal aneh (dalam arti yang negatif, pastinya) yang akan terjadi di rumah nanti.

Tapi, alih-alih aku diantar pulang, aku malah dibawa ke Black Butler Cafe oleh papaku. Ya, papaku adalah seorang manager di kafe ini. Jadi, setiap aku makan di sini, aku tidak perlu membayar. Hanya perlu setor muka dan menunjukkan wajahku saja bahwa aku ini anak dari seorang manager di sini.

Dan ketika itulah, aku mendengar dan melihat kedua temanku sedang mengobrol dengan Vino dkk.

"Tapi, bukan karena itu, mereka bisa semena-mena gitu sama Verinna dong," kata Daffa cepat.

"Emang. Seharusnya sih begitu," kata Vino sambil mengangguk setuju. "Lagipula, masa sih, gara-gara RinRin anak luar nikah secara hukum aja, jadinya diperlakuin kayak anak tiri gitu? Sadis banget!"

Sial. Mereka membicarakanku.

Jadilah aku maju menghampiri mereka dan berseru, "Oh ya! Emang sadis banget!"

Kelima orang itu segera tersentak dan menatapku kaget. Wajah kedua temanku segera memucat ketika mendengar seruanku.

Aku tersenyum sinis melihat ekspresi mereka satu persatu. "Jadi, gue kudu gimana nih sekarang? Kabur dari rumah? Atau..." Aku sengaja menggantungkan kalimatku, "gue nyoba bunuh diri lagi?"

Rasa puas segera menjalar di hatiku ketika tampang mereka semakin memucat, bahkan Vino, sepertinya sedari tadi sudah terlihat panik melihatku begini.

Terserah deh, mau bilang aku psikopat atau apa.

"Verinna! Sini kamu!" bentak papaku tiba-tiba setelah aku merasa puas pada mereka berlima.

Aku mendelik pada papaku dan bertanya, "Mau ngapain? Mau ngerayain ultah gue di sini? Ngerayain ultah di tempat murahan begini." Aku mendengus sinis. "Bilang aja ga mau keluar duit banyak buat anak luar nikah kayak gue," kataku makin sinis.

Tanpa berpikir panjang, papaku segera menempelengku di depan teman-temanku.

"Jaga omongan kamu!" bentak papaku.

Aku tersenyum sinis. "Bodo amat. Peduli gue apa?" tanyaku sinis. "Mulut, mulut gue. Bukan mulut lo! Mulut lo aja ga bisa dijaga, ngapain ngurusin mulut orang lain?!"

"Kamu..."

Papaku sudah mengangkat tangannya lagi, siap menamparku untuk kedua kalinya di hadapan teman-temanku. Tapi tiba-tiba saja, sebuah tangan terulur dan menahan tangan papaku itu di depan mataku sendiri.

"Siapa kamu?!" tanya papaku marah.

"Saya temannya Verinna, Om. Perkenalkan, nama saya Alvino Putra Irawan," kata Vino tandas sambil menangkis tangan papaku.

YOU'RE (NOT) MINE--CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang