Bab 2

191 43 20
                                    

Verinna Helena POV

Ini semua salah si brengsek!

Ya, si Alvino-Alvino brengsek itu!

Biar aku ceritakan semuanya.

Semua ini bermula ketika aku memiliki segudang prestasi dalam bidang musik dan akademis. Tapi, semuanya itu mendadak hancur ketika aku naik kelas sembilan. Ya, sekarang ini aku kelas sembilan! Ketika aku sekelas bersama Vino, si cowok brengsek bin sialan itu, hidupku sepertinya tidak mungkin terhindar dari yang namanya "sial". Semua yang pernah kuraih dalam bidang akademis dari kelas 1 SD, itu direbut oleh si brengsek!

Bagi keluarga Helena, ranking dua itu tidak ada artinya. Sejak dia merebut semuanya dalam bidang akademis, aku mulai jadi bahan olokan dalam keluargaku. Aku bahkan dihina, diejek, dikata-katai bodoh, tolol, tidak punya otak...dan aku ingin kau semua berpikir. Apa kau akan tahan jika kau berada di posisiku, hah?!

Semenjak aku menjadi yang "terbodoh" bagi keluarga Helena, semua gadget-ku disita dengan maksud, agar aku belajar lebih rajin lagi. Tapi mereka tidak tau, aku menggunakan gadget itu bukan untuk chattingan dengan pacar (seperti cewek-cewek murahan jaman sekarang) atau bermain game (seperti anak-anak goblok jaman sekarang). Aku menggunakan gadget-ku untuk menanyakan tugas dan menulis buku saja. Ya, menulis buku.

Dan mengarang lagu.

Tapi tidak ada yang mengerti keadaanku. Aku tidak tau harus bercerita pada siapa! Pada Lara? Yang benar saja! Aku terlalu sering bercerita padanya dan tidak ingin menambah beban hidupnya dengan cerita yang baru dariku! Pada Tiara? Cewek itu juga sedang banyak masalah dan aku tidak ingin menambah masalahnya.

Dan yang lebih mengesalkannya lagi, si brengsek itu malah makin dekat-dekat denganku! Dia menganggap seolah-olah kami ini bukan saingan, padahal aku sudah berusaha menolak untuk dekat-dekat dengannya dengan cara apapun!

Satu-satunya cara yang tersisa hanyalah bersikap brutal seperti dua hari yang lalu.

Sejak kejadian di rooftop, Vino tidak pernah mengejekku lagi. Dia malah cenderung rada diam padaku. Aku sendiri sejujurnya merasa heran. Dia itu diam karena sadar akan kesalahannya atau karena tidak tau salahnya di mana?

"Rin, si Vino kok tumben sih, ga ngejek-ngejek lo lagi?" tanya Lara padaku.

Aku tersenyum padanya. "Ga tau dan ga mau tau tuh," sahutku pura-pura ga tau.

"Tapi, gue kasian ngeliat mukanya Vino sih. Dia tuh kayak ngeliatin lo mulu dan kayak mau ngomong sama lo, tau!" kata Tiara serius.

"Yang bener?" tanyaku heran. "Masa sih?"

Kedua sahabatku mengangguk cepat.

Aku menghela nafasku. "Ya udah lah, biarin aja."

"Dan omong-omong, kenapa lo pindah tempat duduk?" tanya Lara lagi. "Emangnya, dibolehin?"

"Gue udah ijin ke Bu Wanda dan dibolehin kok," kataku. "Tapi, kalo bukan pelajaran dia...yah, mau ga mau gue kudu balik lagi di sebelah si itu."

"Vino maksud lo?" tanya mereka berdua serempak.

Aku mengangguk. Aku menggunakan "si itu" karena aku benar-benar malas menyebutkan nama si brengsek itu!

"Kenapa sih emangnya? Lo kayak sensi banget kalo sama dia," kata Tiara heran.

"Dari dulu juga sensi," kata Lara. "Tapi sekarang, lebih-lebih. Ada masalah apa?"

YOU'RE (NOT) MINE--CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang