15. Membaik

1.3K 107 2
                                        



Disinilah Surya dan Raina berada. Di kantin rumah sakit yang lumayan ramai siang ini.

Mereka kesini bukan sekedar untuk makan siang. Akan tetapi mereka kesini untuk mendiskusikan sesuatu.

Sesuatu yang mungkin sangat penting untuk kedepannya.

"Maaf Rain, tapi saya lebih perduli kesehatan putri saya" suara berat Surya menginterupsi membuat Raina menatapnya.

Setelah hampir 30 menit mereka hanya duduk diam. Akhirnya Surya memulai pembicaraannya.

Raina menatap Surya lekat "Mas tapi kita sudah tidak bisa bersama" bantah Raina.

Surya tersenyum miris "Bukan kita, tapi kamu!" tuding Surya.

Raina membelalak "Apa maksud Mas?" suaranya meninggi. Membuat mereka menjadi pusat perhatian. Akan tetapi Surya tidak perduli.

Surya menghempas punggungnya kesandaran kursi kantin tidak perduli pada pengunjung rumah sakit yang mulai memperhatikannya. Menatap Raina tajam dan tersenyum miring "Apa kamu akan selalu memikirkan egomu Rain?"

"Saya tidak memikirkan ego saya Mas" bantahnya "Tapi kita juga tidak akan bahagia dengan memaksa untuk terus bersama"

"Tapi putri kita?" tanya Surya dengan posisi yang sudah duduk tegak.

"Putri kita sakit. Dia hanya punya Abangnya. Dia hanya butuh kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya-"

"Kita bisa bergantian mengurus dia Mas-"

"Apa yang membuat kamu bersikeras bercerai dengan saya?" pertanyaan yang dilontarkan Surya tersebut membuat Raina gelisah.

"Kamu begitu mencintai dia hingga kamu lupa pada putrimu?" tanya Surya lagi.

"Saya tidak masalah jika kamu sudah tidak mencintai saya Rain. Toh kita juga menikah bukan atas dasar cinta. Tapi sejujurnya saya telah memiliki perasaan kepada kamu. Saya bahkan rela meninggalkan Magda demi kamu dan anak-anak kita. Tapi sekedar mengambil keputusan untuk memilih dia dan kami saja kamu bahkan tidak bisa Rain?"

"Bukan begitu Mas-"

"Keputusan saya sudah final. Setuju atau tidak. Mau atau tidak. Suka atau tidak. Kita tidak akan bercerai!" seru Surya dengan nada berbisik yang membuat siapa saja merinding mendengarnya.

"Kalau saya jadi kamu. Saya akan memilih untuk terus satu atap bersama dengan orang yang tidak saya cinta. Asalkan anak-anak saya selalu bahagia" dan Surya bangkit berdiri. Meninggalkan Raina dengan sejuta pikiran merasa bersalah yang mendalam.

Satu kalimat tapi itu menggoresnya.

Satu kalimat tapi itu menampar jiwanya sebagai seorang ibu.

Bagaimana bisa dia sulit menentukan pilihan?

Dia akan mencoba menjadi seperti yang Surya bilang.

Satu atap bersama orang yang tidak dia cinta. Asal anak-anak yang lahir dari rahimnya bahagia.

Itulah perjuangan awalnya menjadi seorang ibu.

Ibu yang bisa diakui dan dibanggakan keberadaannya.

*****

Langit masih mencoba mengajak Embun berbicara walau hasilnya sia-sia.

Embun bagai manekin.

Embun bagai batu.

Embun hanya menatap pada satu titik.

Taman rumah sakit.

Embun melihat banyak orang sedang berlalu lalang disana.

Ada yang berusaha berbincang. Hanya sekedar duduk-duduk di sore hari.

Langit menghembuskan nafasnya lelah. Langit berjalan kearah toilet diruangan Embun.

5 menit kemudian Langit baru keluar dari toilet. Langit tersenyum kearah Embun yang sudah mengubah posisinya menjadi duduk kearah taman rumah sakit.

Langit duduk diatas brankar tepat disebelah Embun. Cukup lama mereka terdiam sampai akhirnya derit suara pintu dibuka mengubah arah pandang Langit tapi tidak dengan Embun.

"Papa mau bicara boleh?" Surya melangkah menuju tempat duduk kedua anaknya.

Langit mempersilahkan Surya duduk disebelah Embun. Langit berdiri menatap Embun yang masih saja tidak bergeming bahkan saat Surya memeluknya.

"Jangan seperti ini sayang. Papa sakit melihat Embun seperti ini" Surya mengusap kepala Embun. Menarik wajah Embun agar bersitatap dengan dia.

Embun tersenyum. Senyum menyedihkan yang membuat jiwa kedua laki-laki dihadapannya merasa sakit.

Surya menyentuh luka ditelapak tangan Embun. Kata Athalla tadi Embun sempat mencoba bunuh diri. Pisau yang digunakan untuk memotong buah dengan susah payah Athalla rebut dari tangan Embun. Syukurlah Embun baik-baik saja.

Surya menyentuh telapak tangan Embun. Mengecupnya. "Sakit nak?" Embun mengangguk.

"Maafkan Papa ya sayang" lagi-lagi Embun hanya mengangguk.

"Mama?" tanya Embun. Suara pertama Embun untuk hari ini setelah diamnya yang cukup panjang.

"Disini sayang" Raina melangkah mendekat. Membuat Embun tersenyum semakin lebar.

Raina menghapus jejak air mata dipipi Embun. Memeluk putrinya dengan sangat erat. Menatap Surya dan tersenyum.

"Mama punya kabar bahagia" suara riang Raina membuat Langit sedikit penasaran.

Raina berjalan mendekati Langit. Mengusap rambut putranya yang semakin memanjang.

"Mama dan Papa tidak akan bercerai" Langit cukup terkejut tapi tidak dengan Embun.

"Kalau semua demi saya, lebih baik tidak perlu Ma, Pa" Embun menatap anggota keluarganya satu persatu.

Surya menggeleng "Ngga sayang, semua karena Papa dan Mama memang ingin memperbaiki segalanya" Embun beralih tatap kearah Raina yang berdiri disebelah Langit.

"Iya Sayang" Raina mendekati Embun "Maafin keegoisan Mama ya nak" Embun tersenyum dan mengangguk. Embun memeluk Raina erat.

*****

A.n : Holla guys maaf telat update heheh. Aku janji double update nih.

Jangan lupa baca cerita ketigaku judulnya Yours.

Jangan lupa y vote dan comment diceritaku.

Jakarta, 08 Agustus 2018

The Twins [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang