27.Pingsan

1K 82 0
                                    

Happy Reading😊

Sudah hampir tiga jam mereka menunggu Langit di depan ruang introgasi, tapi Langit masih belum diizinkan keluar dari sana.

"Em, makan dulu, yuk?" ajak Bayu yang hanya dibalas gelengan oleh Embun.

"Nanti sakit, lho?"

Embun menatap Bayu intens, "Gue ngga mau, Bay!" Bayu hanya tersenyum sambil mengangguk.

Lima belas menit kemudian Langit keluar dari ruang introgasi tersebut. Embun berhambur untuk memeluk Langit erat tepat di depan pintu.

"Lo ngga diapa-apain kan Lang di dalam sana?"

Langit menggeleng sambil melepas pelukan Embun, "Ngga kok. Udah ya, gue harus balik ke sel."

"Lang-" Embun baru saja ingin menghentikkan Polisi tersebut untuk tidak membawa Langit, tapi pandangan matanya jatuh tepat pada sosok pemuda yang juga baru saja keluar dari sana.

Athalla menatap Embun sekilas, lalu mulai berjalan menjauhi ruang introgasi tersebut. Tanpa pikir panjang lagi, Embun segera mengejar Athalla dan menarik siku Athalla agar berhenti berjalan.

"Athalla! Tunggu dong!"

Athalla berbalik sambil menatapnya dengan wajah datar, "Ada apa?"

"Tha, gue mohon cabut tuntutan lo buat Langit. Lo harus percaya kalau Langit tuh ngga salah, Tha. Lo percaya kan sama gue? Lo percaya kan kalau Langit ngga akan kayak gitu?"

Athalla mendecih sinis sambil menarik pergelangan tangan Embun dengan kasar, "Lo berisik!" dan dia berlalu pergi meninggalkan Embun yang terkejut akan sikapnya.

Embun tidak tinggal diam. Dia tetap mengikuti Athalla dengan seluruh kemampuannya melawan pusing yang melanda kepalanya karena belum makan selama seharian ini.

"Tha! Tha, please!" lirih Embun membuat Athalla berhenti dan berbalik untuk menatap wajahnya yang pucat.

"Mending lo pulang, istirahat, dan ngga usah ngebela yang salah!"

"Tha, Langit tuh ngga salah. Percaya dong!"

"Lo minta gue percaya? Sedangkan yang jadi korbannya adalah abang gue sendiri, dan lo minta gue percaya? Otak lo di mana?!"

"Oke. Gimana kalau kita cari bukti bareng-bareng, bukti yang meyakinkan kalau Langit benar-benar ngga bersalah. Gimana?"

"Daripada gue buang-buang waktu buat nyari bukti tentang Kakak lo, lebih baik waktu gue, gue pake buat cari bukti untuk kakak gue."

"Buang-buang waktu? Tapi, Tha-"

"Lo bisa diem ngga sih? Lo masih belum percaya kan kalau Langit salah?" tegas Athalla sambil menatap wajah Embun.

"Gue ngga percaya, dan ngga akan pernah!"

"Oke!" ucap Athalla lalu mulai membuka sebuah dokumen dan menunjukkannya kepada Embun.

"Baca!"

"Apaan sih? Ini ngga mungkin!" tegas Embun setelah membaca isi dokumen itu, membuat Athalla jengah.

"Apanya yang ngga mungkin? Jelas-jelas di dalam tas Langit masih ada senapan, lalu belati Langit juga ada di sana. Di sana ngga ditemukan satu pun barang milik Petir, Vickram, atau juga Akbar."

"Tha, senapan Langit emang di dalam tas, ngga dipake walau sekali pada saat itu. Dan belati? Langit sendiri bilang kok, kalau Petir yang ambil belati itu dari tas dia, buktinya lengan Langit luka."

"Semua bisa direkayasa-"

"Lo cuma liat dari sisi siapa yang mati. Kalau lo di posisi gue, lo akan ngelakuin yang sama kayak gue."

The Twins [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang