8. Hari Kedua

1.6K 95 1
                                        

Sesampainya di rumah, jam sudah menunjukkan pukul 18.02, cepat- cepat Vita melempar tasnya ke atas kasur, meraih handuk lalu masuk ke kamar mandi.

Lima menit kemudian, Vita keluar dari kamar mandi. Dengan wajah dan rambut sepundaknya yang masih basah. Ia berhenti sebentar, ketika melihat mama berdiri tepat dihadapannya sambil melipat kedua tangan ke dada.

" Kegiatannya baru selesai? " Tanya mama mulai menginterogasi anak gadisnya itu.

" Enggak sih, ma. " Jawab Vita sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

" Tapi tadi ada sedikit masalah. Ta kekunci didalam kelas, dan lama banget nungguin orang buat bukain pintu. " Jelas Vita.

" Kekunci di kelas? Sama siapa? Sendirian? " Tanya mama bertubi- tubi.

" I- iya, sendirian. " Jawab Vita berbohong. Rasanya malu jika ia harus jujur pada mama bahwa ia terkunci bersama seorang pria.

" Terus, yang bukain siapa? " Tanya mama lagi.

" Febri sama Rilya, mereka lagi di toilet tadi. " Ucap Vita.

Mama mengangguk paham.

Kemudian adzan maghrib berkumandang. Segera Mama rangkul Vita menuju mushola rumah. Setelah shalat maghrib, Vita harus meng qadha shalat zuhur dan ashar nya.

***
Malam itu, Arga berbaring diayunan jaring yang terletak di halaman rumahnya.

Matanya memandang jelas ke langit. Dan bulan purnama, jadi pelengkap keindahan malam itu.

Kemudian Arga meraih buku dari meja disampingnya. Di buku itu, Arga tuangkan segala perasaan dan juga idenya.

" Bang. " Panggil seseorang, yang merupakan gadis kecil berambut panjang namun tipis. Tampak ia mengucek mata karena kantuk.

" Ayra? Belum tidur? " Tanya Arga sambil menutu bukunya, dan merubah posisi dari baring menjadi duduk.

" Ayi ga mau tidur sama ibu hari ini. Mau sama abang aja. " Pinta Ayra manja.

Arga tersenyum, kemudian mengangkat Ayra ke pangkuannya.

Gadis kecil berusia sekitar delapan tahunan itu menyandarkan tubuhnya di dada bidang Arga.

"Ayi tadi siang kok ga mau Abang jemput?" Tanya Arga membelai lembut rambut adiknya itu.

"Nenek bilang, Abang pasti lagi sibuk. Jadi Ayi ga mau ganggu." Jawabnya.

Arga manggut- manggut.

" Ayi juga udah gede, masa tidur masih ditemenin? " Tanya Arga masih mengusap kepala adiknya.

Mata Ayra sayup- sayup menahan kantuk. Posisi yang nyaman dan hembusan angin semilir begitu cepat menghantarkannya pada puncak rasa kantuk.

" Bukan masalah itu, tapi karena kamu satu- satunya saudara Ayra. Dari Ayra bayi kan kamu sudah dekat sama dia. Kadang dia pup yang ngurus juga kamu. Apa- apa sama kamu, alhasil pas udah gede ya deketnya sama kamu. " Jelas Yuni yang datang dari arah belakang.

Arga mengangguk tanda mengerti

" Kamu udah tujuh belas tahun ya, Ga. " Ucap Yuni, tiba- tiba suaranya merendah.

Arga tatap Mamanya yang berusia empat puluhan itu.

" Memangnya kenapa, Ma? " Tanya Arga.

" Setelah selesai SMA, kamu bakal kuliah ditempat yang Papa kamu saranin, kan? " Tanya Yuni.

Arga mengangguk pelan, jujur ia sedikit bingung. Sang Mama menghela nafas.

" Kamu bakal kuliah jauh. Pasti rumah terasa sepi, dan Ayra bakal rewel karena kangen kamu. " Ucap Yuni.

Hi My Senior!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang