34. Masalah, lagi

928 66 7
                                    

Egois rasanya jika aku menginginkanmu namun malah sering memberi luka.

Arga Keano Rajendra

Arga melaporkan masalah pembullyan ini kepada BK. Dan Arga sudah memanggil ketiga pelaku beserta korbannya, Vita.

Arga tengah duduk disamping Vita sambil menggenggam erat tangan gadis itu. Memberikan keberanian melalui sentuhan dan tatapan teduhnya.

Bu Wardah dan Pak Alaq akan mengatasi ketiga pelaku pembullyan itu. Sementara Arga ditugaskan untuk menemani Vita. Menenangkan atau mengobati jika Vita punya luka.

"Seriusan kamu gak ada luka, Ta?" tanya Arga.

"Enggak, kak." jawab Vita sambil tersenyum kecil. Arga mendesah. Senyum Vita tidak secerah biasanya. Karena kini wajahnya pucat dan Arga sakit terluka melihat itu.

Ini semua karena kesalahannya.

Tiba- tiba Ben masuk sambil menarik Nevan dibelakangnya. Ben tampak kesal sedangkan Nevan masih tenang, hanya sesekali ia memberontak ketika Ben menariknya terlalu kasar.

"Ada apa ini?!" tanya Pak Alaq memelotot. Belum selesai satu masalah, datang masalah lain yang tak kalah parah. Nevan, murid terparah yang pernah Pak Alaq tangani. Entah kenapa Nevan suka sekali berkunjung ke ruang BK ini dengan membawa masalahnya. Pak Alaq sampe muak melihat wajah Nevan yang itu- itu saja.

"Pak, Nevan menghajar lima cewek secara bersamaan dibelakang sekolah." adu Ben dengan nafas tersengal- sengal.

"Astagfirullah!" Otomatis Bu Wardah langsung nyebut. Ia memegangi dadanya sebagai efek dramatis dengan apa yang Nevan lakukan.

Begitu parah dan sangat pyscho!

"Nevan, duduk!" titah Pak Alaq.

Nevan menepis tangan Ben, lalu dengan santai Nevan duduk disalah satu sofa ruangan itu. Disusul Pak Alaq yang memijat pangkal hidungnya ketika berjalan menghampiri Nevan.

"Jelaskan!" titah Pak Alaq begitu sudah ada didepan Nevan.

"Mereka ngebully Avita." jelas Nevan singkat namun padat. Ia hanya menyampaikan intinya, itu pun dengan nada bicara dan sikap yang sangat malas.

"Bukannya pembully Nak Avita adalah mereka bertiga?" tanya Pak Alaq bingung sambil menunjuk tiga cewek yang tengah bersama Bu Wardah.

"Itu komplotannya." sahut Nevan dengan tatapan tajamnya untuk ketiga cewek itu.

Pak Alaq menggeleng- geleng tak sangka. Rupanya murid sebaik Vita punya musuh yang cukup banyak.

"Lalu apa yang kamu lakukan?" tanya Pak Alaq lagi.

"Saya hanya memberi mereka pelajaran." sahut Nevan santai.

"Sok- sokan kamu! Pelajaran kamu aja kacau!" hardik Pak Alaq yang sudah sangat muak.
Sedangkan Nevan hanya memandangnya malas tanpa keinginan untuk menyahut.

Pak Alaq mendesah. Lalu ia menarik nafas, siap menceramahi Nevan atau lebih tepatnya menyiramkan Nevan dengam ucapan kerohaniaan. Berharap dengan itu maka Nevan akan taubat.

Di mejanya, Bu Wardah sudah menyelesaikan permasalahan ketiga cewek itu. Mereka diskors selama 5 hari dan disuruh mengerjakan tugas sebanyak satu paket buku selama masa skors itu.

"Kalian boleh keluar." ucap Bu Wardah yang langsung membuat ketiga cewek pembully itu berdiri dan meninggalkan ruangan dengan wajah tertunduk malu.

Bu Wardah menghela nafas, kemudian menengok ke arah Arga dan Vita yang duduk tak jauh dari dirinya.

"Arga." panggil Bu Wardah hingga si pemilik nama menyahut dengan sopan. "Ya, Bu?"

"Kamu tau masalah yang Nevan lakukan kali ini?" tanya Bu Wardah.

Arga melirik Nevan, lalu kembali pada Bu Wardah. "Tau, Bu. Awalnya saya memang berniat melaporkan mereka yang membully Vita di sosial media. Tapi saya tak tau kalo mereka bakal melakukan sesuatu yang lebih parah sama Vita. Jadi tanpa pikir panjang, saya tarik mereka yang menganiaya Vita ke sini. Dan saya sempat lupa sama mereka yang membully Vita di sosial media." terang Arga.

Bu Wardah tampak mengangguk paham. "Dan alasan Nevan menghajar mereka karena Vita?"

Arga mendesah. Ia tak suka kalimat itu. Seolah- olah Nevan rela mempertaruhkan dirinya sendiri demi melindungi Vita. Seakan Vita sangat berharga bagi Nevan dan Nevan siap mengambil tindakan apapun karena tak mau Vita diganggu.

Membuat nyali Arga seketika menciut. Dengan berat hati, Arga mengangguk. "Iya, Bu."

"Baiklah. Biar orang- orang yang bersangkutan dengan pembullyan Vita di sosial media diurus oleh Ben dan Sisi. Kamu boleh istirahat, bawa Avita bersama kamu." tutur Bu Wardah.

Arga mengangguk. Kemudian menuntun Vita untuk berdiri secara perlahan. Mengingat kaki Vita bergetar dan tak sanggup berdiri tadi. Setelah itu, Arga dan Vita pamit kepada Bu Wardah serta Pak Alaq. Lalu keluar dari ruang BK dan berjalan menuju kelas.

"Yakin ke kelas, Ta?" tanya Arga sekali lagi dengan tangan kirinya melingkar di pundak Vita dan tangan kanannya menggenggam erat tangan Vita. Membopong gadis itu dengan perlahan. Arga tidak mau menyakitinya.

"Iya, kak." jawab Vita pelan.

Arga bergumam. "Ke UKS aja lah, Ta. Kakak anter sama temenin, ya?" tawar Arga.

Vita terdiam. Jujur kepalanya masih cukup pusing dan nyut- nyutan, jika ia masuk kelas maka percuma saja. Tidak akan ada materi yang masuk ke kepalanya. Akhirnya, Vita berucap. "Ya udah."

Arga pun segera membawa Vita ke UKS dengan langkah sabar dan pelan. Di sepanjang perjalanan mereka, Arga terus mencuri pandangan pada Vita. Bagaimana gadis itu menerima banyak luka karena dirinya. Arga tidak pernah tahu bahwa rasa sayang yang ia miliki untuk Vita akan menyebabkan gadisnya berasa dalam masalah.

"Kakak selalu berharap bisa bikin senyum kamu terus terukir. Tapi," Arga menjeda kalimatnya dengan tertunduk kecewa.

Arga otomatis menghentikan langkahnya. Vita mengangkat wajah dan menatap Arga bingung.

"Kalo penyebab kamu selalu dalam masalah adalah kakak. Kakak siap menghilangkan rasa ini, Ta. Apapun demi kebahagiaan kamu."

Vita tertawa sumbang. Yang malah membuat Arga mengkerutkan dahi. "Kenapa, Ta?" tanyanya heran.

"Kalo memang mau pergi, seharusnya jangan pernah datang menemui, kak." sahut Vita.

Penuturan Arga sangat mengena di hatinya. Sukses membuat hati Vita terluka lagi. Hancur dan kecewa lebih dalam. Awalnya Vita berharap, bahwa Arga akan selalu melindunginya seperti sekarang ketika Vita menghadapi masalah. Perduli dan selalu menyemangati Vita ketika terpuruk. Menjadi teman paling mengerti saat Vita kehilangan pusat dunianya.

Nyatanya Arga tak berpikiran hal yang sama. Malah orang yang sangat Vita harapkan ingin menghapus rasa di antara mereka dan menjadi orang asing. Menjauhi untuk alasan kebaikan Vita? Itu naif, dan Vita sangat prihatin dengan itu.

"Bukan gitu, Ta.." lirih Arga menatap teduh manik Vita.

"Iya, aku ngerti," Vita tersenyum.

Arga ingin buka suara ketika Vita menyingkirkan tangan Arga yang ada di pundak serta genggaman tangannya. Vita tersenyum. Senyum yang kentara akan luka. Semakin membuat nafas Arga tercekat mendadak. Bukan itu maksud Arga.

"Good bye, kakak senior."

Lalu, Vita menyeret langkah meninggalkan Arga yang tengah terpaku. Mungkin, ini adalah langkah awal Vita untuk meninggalkan semua kenangan bersama Arga. Menghancurkan setiap rasa yang ada. Semoga saja Vita mampu melepas Arga semudah Arga melepasnya.

Semoga.

~~~

Ambyar sudah pertahananmu ya, Vi😩

Percayalah, rasanya sakit kalau ada di posisi Vita.

Jangan lupa vote nya ya. Akan dilanjutkan jika vote sudah sampai target. Terimakasih:)

Hi My Senior!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang