15. Jemputan

1.5K 101 2
                                    

Vita dengan semangat '45, berjalan menuju kelas barunya. Apalagi hari ini adalah hari perdana Vita memakai baju seragam khusus sekolah hari Rabu dan Kamis. Berupa kemeja putih, rok selutut merah dengan motif kotak- kotak, serta dasi dengan warna dan motif senada. Seragam formal yang menggunakan rompi hanya dipakai pada hari Senin dan Selasa.

Mata Vita berbinar ketika melihat namanya ada di kelas X MIPA 1, bersama Febri dan Rilya. Kebahagiaan yang sederhana bisa satu kelas dengan sahabat.

Vita segera duduk di kursi tengah yang memang sudah Rilya sisakan untuk Vita. Suasana kelas pagi itu agak riuh, Vita juga tak tahu mengapa. Tapi yang jelas, Vita hanya duduk diam disamping Rilya.

"Febri duduk dimana?" tanya Rilya.

"Gak tau. Padahal dia minta cariin bangku sama gue. Tapi gue sengaja duduk sama lo. Soalnya kalo duduk sama Febri, guenya capek ditempelin terus." ucap Vita. Rilya tertawa geli mendengar aduan Vita.

Tak lama, mereka kembali diam. Melakukan kegiatan masing- masing tanpa banyak berkomentar.

Lalu tiba- tiba Febri datang dengan langkah gedebak- gedebuk dan bibir yang maju beberapa centi.

"Lo kenapa, sih?" tanya Rilya mengernyit.

"Abang gue pergi gak tau kemana padahalkan hari ini gue mau datang ke sekolah cepet- cepet biar dapet bangku strategis sama Vita tapi sekarang Vita sama Rilya terus gue sama siapa?" cerocos Febri tanpa titik ataupun koma.

"Nyesel gue nanya. " ucap Rilya dengan wajah datarnya.

"Ya elah knalpot racing, kalo udah ngomong gak bisa berenti." Vita memutar mata malas.

Febri semakin cemberut. Bahkan ia mulai menjentik- jentik tangan Vita hingga membuat Vita risih.

"Udah sana cari tempat duduk." usir Vita.

"Cariin." balas Febri manja tanpa menghentikan kelakuannya.

"Ih resek, deh. Sakit, ey!" Vita berusaha menangkap tangan Febri.

"Hai."

Vita, Rilya dan Febri menoleh ke sumber suara.

"Oh, hai." balas Vita sambil tersenyum. Sedangkan Febri hanya menatap cowok itu sambil terus menjentik tangan Vita. Dan Rilya kembali melanjutkan lukisannya.

"Boleh kenalan?" tanya cowok hitam manis itu tersenyum lebar.

"Hmm." Vita berpikir sebentar, lalu ia mengangguk. "Boleh."

Cowok itu mengulurkan tangannya. "Nama gue Sigit."

"Gue Avita, panggil aja Vita." Vita menjabat tangan Sigit sebentar.

"Gue denger kalian ada masalah? Tadi ada yang gak dapet bangku, ya?" tanya Sigit ramah.

"Oh iya, ini namanya Febri. Dia emang gak dapet kursi." jawab Vita sambil menunjuk Febri.

"Mau duduk disebelahku?" tanya Sigit pada Febri. Febri tertegun, lalu menunduk malu.

"Boleh, tuh!" Vita yang menyahut.

Febri melotot, lalu ia mencubit tangan Vita. "Kan yang ditanya gue!" tukasnya.

Vita nyengir. "Abisnya lo gak jawab, sih."

"Emangnya lo duduk dimana?" tanya Vita pada Sigit.

"Di sana." Sigit menunjuk bangku dipojok depan. Vita dan Febri melihat ke arah yang Sigit maksud.

"Mampus lo, Feb. Duduk didepan berarti gak bisa tidur." ledek Vita sambil tertawa.

Febri mendengus kesal. Akhirnya, ia menyumpal mulut Vita dengan kaos kaki. Eh, enggak kok. Pake kertas punya Rilya yang udah tak terpakai.

Hi My Senior!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang