48. Permintaan maaf

1.2K 43 1
                                        

Vita tidak akan meninggalkan Arga.

Langkah Vita masuk ke ruangan VIP itu dengan pelan, kakinya sendiri terasa berat untuk meneruskan langkah.

Cowok yang sedang terbaring di atas ranjang pasien itu tampak tenang dan damai. Namun melihat itu, sukses membuat mata Vita memanas, dan sebuah isakan kembali keluar dari mulutnya. Lagi- lagi Vita menangis, tak sanggup menahan apalagi menghentikannya. Ia begitu khawatir akan kondisi Arga. Sudah 24 jam, dan pemuda tampan itu masih belum bangun juga.

Tiba- tiba handphone Vita berdering, Vita pun segera menyeka air matanya dan keluar untuk mengangkat telepon itu.

"Vi, Nevan sama gengnya udah di skors sama sekolah masing- masing," ucap Rilya.

"Skors?"

"Iya."

"Cuma di skors? Kenapa gak dikeluarin aja sekalian?" kata Vita, samar- samar terdengar nada kesal.

"Nevan anak pindahan juga kan, Vi. Lagipula bentar lagi mau ujian, jadi dia gak bisa dikeluarin," jawab Rilya pelan.

"Oh ya udah. Gue lagi di rumah sakit, kayaknya gak bakal ke sekolah lagi," ucap Vita.

"Iya, nanti gue bilang sama Bu Wardah. Entar selesai sekolah gue kesana, ya."

"Oke," jawab Vita singkat, kemudian ia masukkan handphone dengan case berwarna hitam polos itu ke dalam sakunya, lalu kembali masuk ke dalam.

•••


Arga membuka matanya perlahan, matanya menjadi sensitif akan sorot cahaya lampu yang menusuk baginya. Arga merasa pusing dan membuatnya meringis kecil.

Merasa mendengar seseorang meringis, Vita pun memicingkan matanya melihat Arga yang berselimut putih. Lalu dengan berlari kecil, Vita segera menghampiri Arga.

"Kak Arga," panggil Vita. Ia rasa tak percaya, pemuda yang ia rindukan kini telah membuka matanya sedikit demi sedikit.

"Kak," panggil Vita lagi sambil menggenggam tangan Arga.

"Ta, kamu gak apa- apa?" tanya Arga bersusah payah mengeluarkan suaranya.

"Kakak tenang aja, aku baik kok," balas Vita tersenyum.
    
Pemuda itu kembali meringis, bahkan kali ini ia memejamkan mata karena sakit yang dirasakan. Vita mulai gugup dan bingung, ia harus bagaimana sekarang?

"Aku panggil dokter dulu, ya kak," ucap Vita.

"Enggak," cegat Arga, ia genggam tangan Vita, untuk menghentikan gadis itu pergi darinya.

"Kamu di sini aja, kakak butuhnya kamu," imbuh cowok itu.

Vita terenyuh mendengar ucapan itu, bahkan dalam keadaan seperti ini Arga masih begitu memperhatikannya.

Namun Vita tetap tak tega ketika melihat Arga beberapa kali meringis sakit. Apalagi genggaman tangan Arga semakin kuat ketika ia merasa sakit.
    
Arga sendiri tidak tahu kenapa telinganya tiba- tiba berdengung. Pandangannya gelap, dan dadanya sesak. Tak ada cahaya yang bisa Arga lihat. Tak ada suara yang bisa Arga dengar. Semuanya begitu gelap.Arga mencoba menetralisir rasa sakit itu, namun ia terlalu lemah.

Hi My Senior!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang