13. Kejelasan

1.3K 95 1
                                    

Jangan sedih. Karena jika kau merasakannya, aku juga akan mengalaminya

Arga Keano Rajendra

•••

"Sekarang pukul 09.00, selamat beristirahat."

Vita segera keluar dari kelas setelah kakak MOPDB keluar dari sana. Tanpa menghiraukan panggilan Febri ataupun Rilya, Vita terus berlari sambil tangan kanannya menenteng jaket.

Vita menutup bibirnya rapat- rapat. Ketika ingatan saat di kelas tadi memenuhi pikirannya. Beberapa cewek membicarakannya, dan desas desus berita bahwa Vita mengejar- ngejar Arga berhembus. Vita benci dikatai seperti itu. Karena menurutnya, selama ini ia hanya berani mengagumi Arga, tidak sampai menggoda atau semacamnya. Toh, jaket ini Arga yang berikan, bukan Vita yang meminta.

Vita berhenti didepan ruang OSIS. Matanya membulat kaget ketika melihat Arga dan Sisi tampak bicara dengan rileks. Vita meneguk saliva yang bercampur rasa pahit.

Vita menarik nafas, menghembuskan, menarik nafas, lalu menghembuskannya lagi.

Dengan gugup, Vita ketuk pintu ruangan itu. Membuat orang yang ada didalam menengok ke arah pintu.

Arga memicing. "Hai, Ta." Sapanya sambil tersenyum.

Vita menggenggam jaket Arga sembari kakinya bergerak gelisah. Tidak tahu kenapa tiba- tiba rasanya Vita ingin mengompol.

Arga menghampiri Vita, lalu disusul Sisi dibelakangnya.

"Ada apa, Ta?" Tanya Arga.

Vita menatap mata Arga sambil terus menggigit bibir bawahnya. "I- ini, jaket kakak." Ucap Vita.

Arga mengernyit. "Pakai. Kakak kan ngasih ke kamu biar kamu makai." Ucap Arga.

Vita tersenyum sambil menggeleng. "Udah saya pake, kak. Ini, saya balikin. Makasih, kak."

Arga semakin mengernyit tak mengerti. Sejak kapan Vita mulai memakai bahasa formal seperti ini?

Arga menghela nafas, lalu ia mengambil jaket itu kembali. "Ya udah."

Vita tersenyum lagi. "Permisi, kak. Assalammualaikum." Vita tersenyum pada Sisi, lalu meninggalkan ruang OSIS dengan ayunan langkah cepat. Hatinya berdebar tak karuan, dan ia hampir saja ngompol di sana.

Gila saja, apa benar Arga semudah itu melupakan segala kebaperan yang telah ia berikan pada Vita? Yang membuat Vita baper setengah mati? Bahkan, sampai berharap lebih pula.

Vita semakin menggigit bibir bawahnya serta meremas kemeja putihnya. Ia tak rela kalau Arga memberika kebaperan yang sama dengan cewek lain. Siapapun itu!

Tapi kemudian Vita menghela nafas berat. Ia sadar, posisinya tak lebih dari seorang adik kelas yang menyukai kakak senior. Jadi, Vita itu ibarat platshoes, tak ada hak!

"Dia tuh cantik, ya." Ucap Sisi yang masih menatap punggung Vita.

Arga terkekeh. "Masih cantikan elo, kali." Balasnya.

Sisi mencebik. "Iya, kalo diliat dari ujung sedotan."

"Beuh, lo tau aja gue mau ngomong itu." Ledek Arga.

"Tai!"

•••

Secepat mungkin, Vita hanya ingin masuk ke ruangan dan memukul- mukul kepalanya dengan penggaris rotan. Kenapa bisa ia begitu larut jatuh dalam sikap manis Arga? Yang rupanya, sikap manis itu Arga berikan bukan hanya untuknya, tapi juga untuk cewek lain. Ah, Vita kesal jika mengingatnya.

Hi My Senior!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang