39. NevVi

885 57 2
                                    

Aku tidak menyangka kamu akan melupakan semuanya secepat ini. Seakan kita tidak pernah mengenal apalagi memiliki rasa untuk satu sama lain.

Avita Dwi Fabdilla

••

Vita memilih langsung duduk di bangku sementara Febri dan Rilha pergi memesan makanan. Orang- orang yang hilir mudik di sekitarnya tak terlalu Vita hiraukan. Ia malah sibuk memainkan selembar tissue ditangannya. Ia lipat, robek, hingga ia remas- remas.

Entah sejak kapan Vita jadi suka kantin, atau tempat apapun yang selalu ramai. Padahal dulu Vita tidak terlalu suka keramaian. Mungkin, beberapa kejadian mampu merubah perasaan dan pendirian yang dulu Vita jaga. Karena masalah beberapa waktu lalu, Vita jadi suka orang- orang ramai. Rasanya lebih baik dan tidak terlalu menyedihkan.

Sambil terus memainkan tissue yang sudah tak berbentuk, samar- samar Vita melihat seseorang duduk di kursi depannya. Merasa itu adalah Rilya, Vita pun mendongak.

"Mesennya udah?" tanya Vita.

"Hm? Kamu mau apa, babe?"

Vita terlonjak. Kenapa cowok mesum ini ada dihadapannya?

Vita mengerjapkan mata beberapa kali. Bahkan, ia memicing, melihat sosok didepannya ini dengan lebih seksama.

"Ini gue manusia, babe, bukan hantu." ucap seseorang itu lagi dengan senyum manis seraya mengedipkan satu matanya.

"Gak- gak. Gue kok kayak ngeliat makhluk tanah liat gak jadi, ya?" ucap Vita asal.

Seulas senyum dari bibir Nevan menghilang. Ia memutar matanya jengah. "Pasti, deh."

Vita tak menanggapi. Ia melempar pandangan ke samping kanan. Masa bodohlah dengan cowok mesum yang selalu membuatnya kesal sampe ke ubun- ubun. Walau sebenarnya, Nevan tidau terlalu mengesalkan, karena beberapa kali ia sempat membantu Vita yang sedang terpuruk.

"Eh, itu Avita lagi sama Kak Arga, ya?"

"Bukan, Kak Arga gak mungkin pake seragam awut- awutan gitu."

"Terus siapa?"

"Ah, itu Kak Nevan!"

"Gila! Demi foundation gue yang super mahal. Setelah Kak Arga, sekarang Nevan deketin Vita?"

"Vitanya aja yang sok kecantikan deketin most wanted di sini."

Telinga Vita panas. Tangannya tanpa sadar mengepal dengan nafas memburu. Ini sudah kesekian kali sebuah tatapan kebencian dan ujaran tak mengenakkan dilayangkan padanya. Vita ingin sekali marah dan menjelaskan segala ketidakbenaran ini. Namun Vita sadar, itu semua takkan berguna. Orang yang membencinya akan terus menbenci, walau sudah Vita jelaskan.

Akhirnya, Vita hanya mampu menghela nafas, berusaha meredam emosinya.

Vita menengok ke depan, lalu ia mengerutkan dahi ketika melihat Nevan tak lagi ada didekatnya. Sedetik kemudian Vita mendengus, dasar jelangkung. Datang tak diundang, pulang tak diantar.

"Ah! Kak Nevan!" jerit seorang siswi yang spontan membuat perhatian terarah pada sumber suara itu. Tak terkecuali Vita, ia segera berdiri ketika mendengar jeritan itu.

"Vi, lo gapapa?" Febri datang dengan nafas ngos- ngosan.

Vita mengernyit. "Hah? Kenapa?"

"Itu, Nevan berantemin cewek yang tadi bisik- bisikiin lo." adu Febri. Vita membelalak. "Hah?!"

Febri segera menarik Vita menerobos ke kerumunan yang ramai dan gerah. Apalagi semua orang di sana berkumpul bukan untuk melerai, namun hanya menonton.

Hi My Senior!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang