11. Hujan

1.3K 118 6
                                    

Kakak suka hujan. Karena hujan mampu memberikan kesenangan dan kepedihan secara bersamaan

Arga Keano Rajendra

•••

Sore itu, cuaca kurang bersahabat. Hujan turun dan menghentak setiap inci bumi dengan rakus. Padahal, tadi terik matahari begitu menyengat.

Vita duduk diatas bankar UKS sambil memeluk dirinya sendiri dengan erat. Sesekali ia juga menggosok- gosokkan kedua telapak tangannya. Melakuman alternatif apapun agar tubuhnya tidak kedinginan.

"Sini, aku peluk." Ucap Rilya yang baru saja masuk. Ia duduk disamping Vita dan langsung memeluk tubuh ramping Vita.

Vita tersenyum sinpul menerima pelukan itu. Setidaknya, pelukan dari Rilya mampu mengurangi hawa dingin yang kala itu menyerbak ke seluruh tubuhnya.

"Bang Denis gak jemput?" Tanya Rilya yang masih memeluk Vita.

"Gak tau. Dia pasti lagi kuliah." Jawab Vita. Rilya hanya manggut- manggut.

"Kalo lo sakit seharusnya gak usah ikut kegiatan sore, Vi. Lo yang lagi sakit gini bikin kita khawatir." Ucap Rilya seraya melepas pelukannya.

Vita hanya nyengir dengan wajah pucatnya. "Iya, gue juga gak tau bakal separah ini. Biasanya demam doang, gak pake sakit kepala." Jawabnya.

"Iya, deh." Rilya hanya menjawab malas.

"Lagian lo tadi dimana, sih? Si Febri juga. Gue cari gak nemu- nemu." Tanya Vita.

Rilya mengernyit, sedetik kemudian ia berucap."Oh itu, gue sama Febri nyari botol itu, loh. Kita nyari sampe ke taman belakang sekolah. Dan anjirnya itu botol gak kesebar sampe kesana. Pusing gue mah kalo inget itu." Balas Rilya sambil tertawa kecil. Vita mengangguk.

"Terus Febri sekarang kemana?" Tanya Vita lagi.

"Bang Yoland tadi jemput." Balas Rilya singkat.

"Jemput siapa?"

Rilya mendengus. "Tadi lo nanya siapa?"

"Febri." Balas Vita dengan tautan alisnya.

"Ya berarti Bang Yoland jemput...?" Rilya sengaja menggantung ucapannya agar Vita bisa meneruskannya.

"Jemput siapa?" Vita bertanya dengan polos. Khas wajah yang tak tahu apa- apa.

Rilya menggerakkan tangannya seolah sedang mencakar wajah Vita. "Untung lo lagi sakit, Vi. Kalo enggak udah gue ajak gulat lu." Sungut Rilya sebal.

Vita tertawa renyah, menyaksikan raut wajah Rilya yang terasa lucu baginya.

Sepuluh menit berlalu, dan hujan turun dengan ambigu. Terkadang begitu deras, lalu reda secara tiba- tiba. Saat Vita dan Rilya hendak menuju parkiran motor, hujan kembali turun dengan deras. Terpaksa, keinginan untuk pulang mereka urungkan.

Sebenarnya mereka bisa saja menerobos hujan tanpa harus menunggu reda. Namun karena sekarang Vita sedang sakit, jadi tak memungkinkan bagi mereka untuk melakukannya. Bisa- bisa keadaan Vita makin parah.

"Kakak suka hujan. Karena hujan mampu memberikan kesenangan dan kepedihan secara bersamaan." Ucap seseorang dari ambang pintu.

Mereka menoleh cepat ke sumber suara, memicing dan mengerjapkan mata berkali- kali.

"Eh, Kak Arga." Sapa Rilya duluan.

Arga yang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana pun tersenyum simpul, lalu berjalan mendekati bankar.

Hi My Senior!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang