46. Ambisius

871 50 3
                                    

Sekarang pukul 12.30, dan sekolah sudah membunyikan bel pulang di karenakan tidak ada kegiatan belajar mengajar, jadi siswa memang sengaja dipulangkan cepat.

Vita mendengus di dalam kelas. Hanya ada ia, Febri, Rilya dan Friska di sana. Mereka malas pulang, alasannya beragam. Seperti Febri yang malas sendirian di rumah, Rilya yang tidak mau pulang sebelum menyelesaikan lukisannya, dan Friska yang enggan pulang sebab malas bertengkar dengan adiknya.

Vita sendiri tidak pulang karena sedang menunggu Arga yang tak kunjung selesai latihan. Beberapa kali Vita balik ke ruang latihan itu, namun Arga dan teman- temannya masih belum berniat untuk pulang.

"Udah selesai. Kuy Feb, Fris, pulang," ajak Rilya sembari membereskan peralatan melukisnya.

"Naik bis?" tanya Friska yang dijawab anggukan dari Rilya.

"Gak mungkin kan pakai pintu kemana aja dari doraemon?" gurau Febri yang tak lucu sama sekali.

"Buruan, yuk," ajak Rilya.

"Febri sama Friska doang, Ril? Gue enggak?" tanya Vita.

Rilya menengok pada Vita sambil memperbaiki tali tasnya. "Enggak," sahutnya santai.

"Kenapa?" bingung Vita.

"Lo kan sama Kak Arga." Friska yang menyahut.

"Yang udah taken gak usah gabung ke kita. Kita mah ijo lumut. Ya gak, Ril, Fris?" tanya Febri sambil menaikturunkan alisnya.

"Ijo lumut paan?" tanya Rilya.

"Ikatan JOmblo LUcu dan iMUT!" jawab Febri seraya menangkup wajahnya dan tersenyum lebar.

"Dih! Gue enggak, ya!" kilah Friska menjauh.

"Gue juga enggak," timpal Rilya.

"Ciah! Lu aja yang jomblo sendirian!" ledek Vita yang dilanjutkannya dengan tawa.

Febri memasang espresi datar. Selanjutnya, ia menyentak ketiga teman dekatnya itu.

"Ingatkan gue untuk gak traktir kalian pas ultah gue nanti!"

"Eh eh! Febriku cantik, ayo kita pulang bareng. Kita emang imut, kok." Friska nyenyir dan mengamit lengan Febri.

"Febri gak boleh gitu, hehe." Rilya juga ikutan nyengir.

Membuat Febri mendengus sedangkan Vita terkekeh geli.

•••

"Pulang bareng gue yuk, sayang?" ajak Nevan.

Vita langsung mencebik. "Sayang? Mau gue bikin melayang lo pake manggil gue kayak gitu lagi," ketus Vita.

"Mau dong dibikin melayang sama orang cantik," balas Nevan usil sambil mengedipkan matanya.

Vita berdesis geli. Jujur saja Vita agak merasa aneh dengan sikap Nevan hari ini. Terakhir kali Nevan menemuinya tadi, kondisi cowok itu sangat buruk. Tapi kini ia bersikap seolah tak ada yang terjadi.

"Eh, Dwi! Itu ada kucing di kaki lo!" seru Nevan dengan menunjuk hewan mamalia yang berada didekat kaki Vita.

Vita tersenyum miring. "Gue gak bego, ya. Sampe bisa lo bo—"

"Miaw."

"—hongin. KAMPRET! KUCING SIAPA INI, WOY?!" jerit Vita panik sambil menaikkan kedua kakinya ke atas.

Nevan terkekeh. "Takutkan lo," ledeknya.

Vita sudah gemetaran. Demi apapun, Vita tak suka kucing karena hewan itu pernah menyakar seluruh kakinya saat ia masih kecil. Dan seiring berjalannya waktu, ketakutan itu semakin bertambah.

Hi My Senior!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang