27. Dilema mereka

1K 72 4
                                    

Tangan Arga gatal.

Bukan karena digigit nyamuk, tapi karena ia ingin mengetik pesan untuk seseorang.

Handphone Arga bagus, kuotanya banyak dan jaringannya lancar. Sesaat, seperti tak ada masalah.

Namun Arga sendiri yang bermasalah, ia tak memiliki nyali yang cukup untuk sekadar mengirim sepatah kata untuk seseorang itu.

Daritadi Arga sudah mengetik tiga huruf yang membentuk satu kata sederhana, ditambah satu emoticon sederhana pula.

Arga menghela nafas berat, panjang dan lama. Ia mengusap wajahnya agak kasar. Lalu tak lama ia menenggelamkan wajah ke lipatan tangan.

Arga mendongak lagi, lalu menggunakan tangan kanannya untuk menopang dagu.

Arga bersandar ke kursi kayu yang didudukinya. Kedua tangan dilipat ke dada dan wajahnya mendongak.

Bagaimana pun posisi yang Arga ambil, tetap saja, ia tidak menemukan jawaban dari kedilemaannya.

Kirim atau tidak? Pertanyaan itu terus beterbangan dipikiran Arga. Membuatnya agak frustasi.

Arga kembali menghapus pesan yang sudah ia ketik. Ditatapnya layar ponsel itu dengan sendu. Hanya untuk melakukan itu saja Arga kesulitan.

Kedua manik tenang Arga menatap langit. Yang tidak lagi menurunkan tetes demi tetes air, namun masih menampakkan kemuramannya.

Malam itu tak ada bintang. Hingga malam Arga jadi semakin semu karenanya.

Arga menghela nafas entah untuk keberapa kali. Sumpah, ia tak pernah segusar ini. Arga tak pernah sebingung dan sedilema ini.

Ada apa dengan hubungannya dan Vita? Kenapa seperti ada begitu lebar jarak yang terbentang di antara mereka? Dan kenapa semuanya terasa menyakitkan bagi Arga?

Arga tersenyum kecil ketika membaca ulang riwayat percakapannya dengan Vita. Singkat, namun cukup berarti untuk Arga. Karena Arga suka sekecil apapun interaksi yang ia lakukan dengan Vita.

Arga menengadah, melihat langit dengan segala kemuramannya sekali lagi. Angin malam menyapu lembut setiap inci kulit Arga. Selain kamarnya yang didesain khusus didekat loteng, halaman belakang rumah yang ditumbuhi pepohonan rindang dan tanaman bunga lainnya milik Yuni, adalah tempat yang Arga sukai. Untuk sekadar bersantai melepas penat dan melegakan sistem pernafasan.

Ketenangan itu mengantar Arga pada moment yang pernah terjadi. Terutama setiap saat dimana Arga sedang bersama Vita.

Bermula ketika ia lupa menyebut nama Vita diabsen, lalu saat itu juga Arga mengagumi paras memesona milik Vita. Manis, dan Arga suka memperhatikan wajahnya, tidak membosankan.

Kemudian ketika Arga menyadari bahwa Vita itu teledor, ia sering terjatuh beberapa kali didekat Arga. Vita juga agak childish, tapi Arga suka sikapnya itu, karena menurutnya Vita jadi semakin menggemaskan.

Vita itu moodyan, dan Arga akan memutar otak untuk menemukan cara agar mood Vita membaik. Tidak mudah mengembalikan mood gadis itu, tapi Arga tak pernah mempersalahkan sifat alami Vita, karena Arga suka segala tentangnya.

Arga mendesah. Segala moment menyenangkan itu semakin menyesakkan dadanya. Membuat kepalanya berdenyut pusing dan dahinya mengkerut bingung.

Ada apa dengan dia dan Vita?

•••

Sedikit waktu yang kau miliki
Luangkanlah untukku
Harap secepatnya datangi aku
S'kali ini ku mohon padamu
Ada yang ingin ku sampaikan
Sempatkanlah...

Hi My Senior!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang