41. Permen

886 51 2
                                    

Arga dan Vita duduk diatas rerumputan taman tanpa alas. Di bawah pohon yang besar dan rindang agar terik matahari tak menyentuh kulit mereka.

Ditangan Arga, tergenggam sebuah buku tebal yang Vita ingat adalah buku kumpulan soal UN kelas XII.

Vita tersenyum kecut melihat buku itu. Vita tidak menyesal, tidak juga marah dengan peristiwa itu. Namun ingatan tentang saat- saat dulu tentu saja masih terngiang dipikirannya.

Karena mengambil buku itu, Vita harus bertemu dengan Nevan. Pertemuan itu mengantarkan Vita pada setiap pertengkaran dengan Nevan. Lalu bagaimana Nevan seakan berhasil masuk dan hampir menggeser posisi Arga di hati Vita.

Vita tidak suka masa- masa itu.

"Kak Arga, kakak tau kenapa langit itu biru?" tanya Vita sambil memiringkan kepalanya.

Arga menoleh. Menautkan alisnya bingung yang malah membuatnya semakin tampan.

"Kamu mau gombalin kakak?" tebak Arga.

Vita yang tadinya tersenyum lebar langsung cemberut. Rupanya, Arga tahu tujuannya.

"Gak jadi!" balas Vita ketus sambil mengalihkan pandangan dari Arga.

Percayalah, Arga sedang sangat gemaa dengan sikap kekanak- kanakan Vita. Wajah Vita jadi berkali- kali lebih imut ketika ngambek seperti sekarang. Dan Arga tidak tahan untuk tidak mencubit pipi Vita.

"Dih, ngambek. Lagian sejak kapan otak kamu isinya receh kek gitu?" cibir Arga sambil tertawa kecil.

"Auk!" ketus Vita sambil melipat tangan ke dada. Karena sedang dalam mode ngambek on, Vita harus jaim agar tampak meyakinkan dimata Arga.

Arga terkekeh, lalu tangannya terulur untuk mengacak pelan rambut Vita, yang entah sejak kapan sudah tergerai indah. Padahal saat perjalanan ke taman tadi, Arga ingat dengan jelas kalau rambut Vita masih terkuncir rapi.

"Kamu mau tau kenapa langit warnanya biru?" tanya Arga lembut.

Vita menoleh pelan, tapi masih dengan wajah yang cemberut. "Um?" jawabnya.

"Karena itu udah takdirnya Tuhan. Sama kayak kita, pertemuan kita tuh adalah takdir terindah dari Tuhan," tutur Arga seraya tersenyum.

Mendengar penuturan Arga otomatis membuat Vita tersenyum. Senyum yang ia dapat karena tertular dari Arga.

"Aku sebel sama kakak!" cetus Vita menatap tajam mata Arga.

Arga langsung kelimpungan. "Salah kakak apa, Ta?"

"Iya sebel. Karena kakak tuh selalu berhasil buat aku jatuh cinta setiap saatnya," sahut Vita yang diakhiri cengiran tak berdosanya.

Arga tampak menghela napas lega, hingga akhirnya tawanya lepas. Ia sempat panik karena mengacaukan mood Vita, tapi rupanya gadis itu hanya mengerjainya.

"Rambutnya kenapa digerai?" tanya sambil memainkan rambut hitam Vita yang sudah lebih sepundak.

"Lagi pengen aja. Kakak suka?" tanya Vita balik.

Arga mengangguk. "Suka. Kan kakak suka segalanya tentang kamu," balas Arga sembari menatap puncak kepala Vita.

Melihat Arga sedekat ini selalu sukses membuat jantung Vita bekerja lebih cepat. Perlakuan manis Arga selalu mengundang rona merah di kedua pipi Vita.

Arga berdalih menatap Vita. "Tapi hari ini panas. Kalo rambutnya kamu gerai bakal bikin gerah," komentar Arga.

"Oh, kalo gitu dikuncir lagi aja," ucap Vita seraya mengambil ikat rambut dari saku seragamnya.

Hi My Senior!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang