Celin mempernyaman posisi duduknya sambil sesekali melirik Arga yang tengah fokus menyetir.
Mata Celin berbinar indah. Arga terlihat semakin tampan jika serius seperti sekarang.
Tidak sia- sia Celin menjadi keponakan Bu Wardah, karena dengan begitu, kesempatannya untuk bisa dekat dengan Arga terbuka lebar.
Seperti saat ini contohnya, tadi Bu Wardah selaku Tante Celin menitipkan Celin pada Arga untuk diantar pulang. Yang tentu membuat Celin senang dan langsung setuju.
Celin pernah dengar Bu Wardah menceritakan tentang murid kesayangannya. Seorang cowok dengan jabatan ketua OSIS yang ramah dan berbudi pekerti.
Waktu itu, Celin tidak terlalu memperdulikannya. Toh saat itu Celin masih duduk di kelas IX, jadi dia tidak terlalu memikirkan tentang itu.
Dan begitu melihat Arga dalam pandangan pertama, Celin langsung jatuh hati padanya. Semua cerita Bu Wardah tentang Arga kembali terngiang dipikirannya. Celin baru menyadari, bahwa cowok yang Tantenya maksud sesempurna sosok Arga.
Celin tak henti- hentinya tersenyum. Bawaan Arga yang ramah membuat Celin baper. Ia jadi semakin suka dengan Arga. Dan, Celin berharap Arga pun merasakan hal yang sama. Hingga akhirnya mereka punya hubungan yang lebih spesial.
Kejadian waktu Arga menolak Celin kemarin sebenarnya cukup menjadi beban bagi Celin. Namun, jika Celin terus memikirkan masa kemarin, maka ia tidak akan pernah mendapatkan apa yang ada di masa depan.
Jadi, Celin berusaha tenang, tidak canggung dengan Arga meski dirinya pernah terang- terangan menembak Arga.
Celin menarik nafas. Ia tidak menyangka bisa sedekat ini dengan Arga. Celin semakin grogi begitu. Namun lagi- lagi pembawaan Arga yang ramah mempermudah luang gerak Celin. Rasa canggungnya jadi hilang, dan ia berusaha bersikap sebaik mungkin agar Arga tidak ilfeel.
"Kak, kamu kenal Bu Wardah udah lama, ya?" tanya Celin dengan suara yang sengaja ia buat mendayu- dayu.
Arga menoleh sekilas, lalu menjawab sambil terus memandang ke depan. "Dari tiga tahun yang lalu." balas Arga seadanya.
Celin mengangguk, walau dalam hatinya ia tak suka jawaban Arga. Terlalu singkat.
"Kalo deket, sejak kapan?" tanyanya lagi. Sekedar modus agar ia bisa berbincang lebih lama dengan Arga.
Arga tersenyum. "Dari tiga tahun yang lalu juga. Awal aku masuk IHS, Bu Wardah adalah orang pertama yang liat potensi aku. Dan dia juga orang yang berjasa dalam membantu karier aku kayak sekarang." jelas Arga.
Celin mengangguk tanpa mengedip. Jawaban Arga tadi sepenuhnya Celin abaikan, yang menjadi titik fokusnya hanyalah wajah Arga. Begitu tampan hanya dengan sebuah ulasan senyum.
Cuci mata, cetus Celin dalam hati.
"Oh iya, ini kertas dari kamu?" tanya Arga sambil mengacungkan kertas kecil berwarna oranye yang ada ditangannya.
Celin terkesiap. Ia pandang kertas yang dimaksud Arga, lalu mengangguk cepat.
"Puisinya juga?" tanya Arga lagi.
"Iya, kamu suka?" tanya Celin dengan penuh pengharapan. Harapan bahwa Arga akan memuji puisi buatannya.
Arga mengangguk. "Iya, bagus." pujinya.
Celin memekik tertahan. Hanya dengan dua kata sederhana dari Arga mampu membuatnya hampir melompat kegirangan.
Celin tersenyum. Memegangi wajahnya yang entah kenapa tiba- tiba terasa panas. Cepat- cepat Celin mengalihkan posisi wajahnya menjadi berlawanan dengan Arga. Ia tentu tak mau Arga melihatnya dalam keadaan bullshing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi My Senior!
Teen FictionKesalahan pada MOPDB hari pertama di gugus 6 membuat Vita bertemu sosok Arga. Senior tampan yang punya mata menenangkan. Arga tidak dingin. Justru Arga sangat ramah pada semua orang. Dan sayangnya sifat baiknya itu membuat cewek di sekitarnya baper...