Reyna kembali mengumpat ketika sang kakak tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Lagi-lagi Reyhan telat menjemput, padahal cowok itu janji akan menjemputnya tepat waktu. Andai saja Reyna punya sepeda motor yang lain, dia gak usah merepotkan sang kakak untuk antar-jemput tiap hari.
Ditengah aktivitas mengumpatnya. Sebuah motor sport warna orange berhenti didepan cewek itu. Si pemilik motor membuka helm-nya. Menampilkan wajah si pemilik yang ternyata—
"Denis! Ngapain lo?!"
"Belum dijemput kakak lo?" Tanya Denis. Reyna yang tadinya sudah siap dengan ribuan makian mengurungkan niatannya tersebut. Alasan kesalnya pada Denis bertambah karena dia harus satu kelompok presentase IPA dengan 'cowok kerdus' itu.
"Belom. Terus kenapa lo belom balik?" Reyna balik bertanya.
"Lo mau ikut pulang bareng gue gak? Mumpung kita searah." Tawar cowok itu yang langsung mendapat penolakan cepat dari Reyna. "Serius?"
Reyna mengangguk, ragu. Sekali lagi dia cek jam tangan biru miliknya. Sudah semakin sore, bisa-bisa dia kena jewer Mamanya seperti kemarin. Dengan sangat amat terpaksa akhirnya Reyna mengangguk meng-iya-kan ajakan si 'cowok kerdus'.
"Ya udah deh. Ayo!"
Denis tersenyum. Kemudian cowok itu memakai lagi helm warna kuning miliknya. Reyna duduk dibelakang dengan tas miliknya yang sengaja dia taruh diantara dia dan si pemilik motor.
"Saking lo ilfeelnya ya sama gue? sampe bikin pembatas kayak tembok Berlin aja." Cibir cowok itu. Kemudian menstarter motor.
"Ih! Banyak bacot! Ayo jalan!"
Brum
Reyna memeluk Denis karena cowok itu dengan tiba-tiba menarik gas. Refleks, Reyna memeluk pinggang Denis erat. Matanya terpejam. Cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. "Katanya ilfeel, tapi kok pake acara peluk-peluk segala." Cibir Denis. Cowok itu memang sengaja melajukan motornya diatas rata-rata. Sekalian modus_-
Menyadari kini tangannya melingkar manis dipinggang si pengemudi motor, Reyna menarik kembali tangannya. "Ishh. Dasar cowok kerdus!"
"Tapi lo suka kan?"
"Gak!" Reyna akhirnya memilih menyudahi perdebatannya dengan Denis. Mengalihkan pandangannya yang semula lurus ke kaca spion menjadi menikmati pemandangan jalanan ramai. Well, dia tidak mau menatap wajah Denis yang tampan, meski ada beberapa luka memar diwajah cowok itu. Denis memang suka berkelahi, jadi dia tidak perlu heran.
"Nis, gimana hubungan lo sama si Nana?"
"Gue udah putus sama dia minggu lalu."
"Oh. Syukur deh."
"Emangnya kenapa? Lo cemburu ya?"
"Gak! Soalnya kan kita pulang bareng. Gue takut nanti ada yang marah."
Denis hanya ber-oh. Ya, dia baru putus dengan Nana minggu lalu. Yang pasti Denis sendiri yang mutusin Nana. Alasannya jangan diragukan lagi, seorang playboy sepertinya kalau tidak bosan apalagi? "Tenang aja, gak bakal ada yang marah kok. Paling gue kena semprot Pak Aldrich."
Reyna melototkan matanya tatkala dengan entengnya Denis menyebut nama sang guru matematika. Seolah Denis mencurigai Reyna menjalin hubungan spesial dengan Aldrich. "Kenapa lo jadi bawa-bawa nama Pak Al segala? Apa hubungannya sama gue?"
Denis justru tertawa dibalik helmnya. "Gue cuma becanda Rey. Santai aja napa. Lo kalo nyolot malah makin mencurigakan tau, seolah lo emang punya hubungan lebih dari guru dengan murid."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Teacher [On Going]
Novela Juvenil[1] Cuma kisah; bagaimana usaha Reyna Liberty mendapatkan cinta sang guru matematika. "Saya suka sama Pak Al... Gak papa kan?" "Belajar yang bener dulu bocah baru lamar saya." ------------------------------------------- #1 in student [08/10/2021] #2...