Reysa baru saja hendak menstater motor matic merahnya, tiba-tiba Reyna datang berlari mengahampiri.
"Reysa!"
"Apa?"
"Gue hari ini gak pulang bareng lo." Ucap Reyna setelah mengatur napasnya terlebih dahulu. "Gue ada eskul taekwondo." Lanjutnya.
"Masih eskul taekwondo toh?"
"Lo lupa?"
"Inget kok. Biasanya kan eskul taekwondo hari kamis. "
Reyna mengangguk membenarkan. Kemarin dia sempat kumpulan ekskul taekwondo, ketua eskul taekwondo memberitaukan kepada semua anggota kalau ekskul taekwondo yang biasanya hari kamis pindah jadwal jadi hari selasa, berbarengan dengan ekskul basket.
"Terus lo pulang sama siapa?"
"Minta jemput Kak Reyhan lah. Siapa lagi."
"Oh." Mulut Reysa membulat. Reysa memakai helm bergambar pony tale yang sempat membuat Reyna ilfeel untuk memakainya. Kemudian cewek itu berpamitan pada Reyna. "Gue duluan ya Rey!" Tangannya melambai.
"Bye!" Tangan Reyna terangkat ke udara. Kemudian turun lagi.
Reyna berjalan pelan sambil memperhatikan sekumpulan cowok yang sedang latihan basket. Si ketua basket– Denis Mahendra dengan lihainya memasukan bola ke dalam ring. Sontak mendapat sorak sorai dari para cewek yang berteriak menyemangati dari pinggir lapangan. Salah satunya Eva– mantan pacar Denis.
Entah perasaan Reyna saja atau memang benar nyatanya kalau Eva tidak menyukainya.
Sambil menunggu jam setengah empat –jam eskul taekwondo mulai– Reyna memilih menontoni anak-anak basket. Reyna duduk dipinggir lapangan. Menopang dagu dengan tangan karena bosan memandangi sekelompok orang yang mendribling bola. Untuk kali ini dia mengakui kalau putra semata wayang keluarga Mahendra memang jago, pantas Denis menjadi kapten basket sekolah.
Tanpa terasa sebuah bola basket menyentuh ujung sepatu conversenya.
Dari tengah lapangan Reyna melihat Denis melambaikan tangan. "REYNA! LEMPAR BOLANYA KESINI!"
Reyna meraih bola tersebut, kemudian melemparnya. "Nih!"
Pertandingan dilanjutkan kembali. Tim yang dipimpin Denis mengungguli skors lawan. Teriakan-teriakan semakin ramai. Cewek-cewek yang berdiri disisi lain lapangan berlomba menarik perhatian seorang playboy kelas kakap seperti Denis Mahendra.
Reyna hanya memandangi cewek-cewek itu dengan malas. Reyna sempat mendengar seorang cewek berbedak tebal berbisik menyebut namanya, Denis, juga Bagas. Gosip kalau Reyna dan Denis pacaran, kemudian Reyna yang dengan teganya selingkuh dengan sahabat pacarnya sendiri.
Cerita yang bagus. Tentu saja.
Satu poin lagi untuk tim berbaju biru.
"Belum pulang?"
Reyna menoleh. Guru matematikanya itu duduk disampingnya entah sejak kapan. Reyna menggeleng pelan. "Belum. Mau ekskul."
"Basket?"
Reyna menggeleng lagi. Masih enggan berkontak mata dengan Aldrich. Well, dia masih takut, apalagi sikap Aldrich padanya tadi pagi. Tentang pengakuan Aldrich yang marah padanya– entah karena apa, dia masih menerka-nerka kesalahan apa yang membuat guru tampan itu marah padanya.
"Bukan. Taekwondo."
Aldrich mengernyit. Taekwondo? "Jadi isu soal kamu mukul Denis bener?"
Skak mat!
Reyna menatap Aldrich. Bohong juga tidak akan menyelesaikan masalah. Lantas cewek itu mengangguk ragu. Antara takut dan juga bangga. Takut kalau Aldrich akan semakin marah padanya. Bangga karena bisa menunjukkan kalau dia tidak lemah, dia bahkan memukul Denis sang kapten basket idola sekolah. "I-iya Pak."

KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Teacher [On Going]
Teen Fiction[1] Cuma kisah; bagaimana usaha Reyna Liberty mendapatkan cinta sang guru matematika. "Saya suka sama Pak Al... Gak papa kan?" "Belajar yang bener dulu bocah baru lamar saya." ------------------------------------------- #1 in student [08/10/2021] #2...