•09• Kebenaran

5.9K 346 15
                                    

"Lagi ngapain diruangan saya?"

Reyna terlonjak kaget. Dia berbalik. Disana, diambang pintu berdiri Aldrich dengan tatapannya yang begitu dingin– tatapan yang seolah dapat menusuk apa saja. Reyna takut. Takut kalau guru itu akan memarahinya karena sudah kedapatan ke ruangan tanpa seizin si pemilik.

Rasa takut cewek itu semakin menjadi ketika Aldrich menutup pintu. Terdengar suara kunci menutup. Reyna semakin menundukkan kepalanya begitu Aldrich berjalan mendekat.

"Dapat izin dari siapa?" Aldrich bertanya dengan dingin. Semakin mendekat, Reyna melangkah mundur. Satu langkah maju Aldrich dibalas dengan satu langkah mundur cewek itu. Hingga jarak sudah terkikis habis. Reyna merasakan punggungnya yang membentur dinginnya dinding.

"Ma-maafin saya Pak udah masuk ruang kerja Bapak tanpa izin." Reyna menahan kegugupannya tatkala tangan Aldrich yang berada diantara dirinya. "Sa-saya cuma ma-mau ngambil ci-cincin saya yang jatuh kesini Pak."

Reyna menahan nafasnya begitu wajah Aldrich yang hanya beberapa senti dari wajahnya. Reyna menutup mata. Entah apa yang akan terjadi berikutnya. Semoga saja bukan hal-hal yang seperti cewek itu bayangkan. Seperti Aldrich yang marah besar kemudian mencekiknya, atau lebih parah guru itu akan membunuhnya dengan cara memotong kepalanya. Atau bisa jadi Aldrich akan menghukumnya dengan kenikmatan dunia (gk usah diperjelas lagi.) dia sih mau-mau aja. Atau yang tak terduga lagi tiba-tiba Aldrich menciumnya?

Oke, Reyna terlalu berharap untuk opsi terakhir.

"Kamu kenapa nutup mata?" Aldrich bertanya heran melihat muridnya itu malah menutup kedua matanya. "Ngarep saya cium?"

Reyna membuka matanya. Kaget ternyata apa yang dia harapkan tidak terjadi. Namun, dia malah mendapat malu yang kentara. Wajah Reyna memerah. Kemudian dia memalingkan wajah ke samping. "Nggak kok!" Jawabnya dengan mata yang masih enggan menatap Aldrich.

Posisinya saat ini masih sama. Reyna yang masih dalam kukungan Aldrich. Dan Aldrich masih enggan mengubah posisi mereka berdua. Well, Aldrich sepenuhnya yang menguasai keadaan. "Beneran?" Aldrich bertanya menggoda.

Oke, Reyna memang punya iman yang tipis. Mendengar suara Aldrich yang menurutnya begitu sensual itu membuatnya ingin menerkam Aldrich sekarang juga, ingin membawa pria itu ke dalam arena ranjang. "Kalo misalnya saya mau juga, Bapak belum tentu ngasih."

Aldrich tertawa kecil begitu mendapat jawaban polos dari muridnya. "Kalo saya nyium kamu gimana?"

Reyna membelalakan mata. Fix, sepertinya Aldrich jadi suka bercanda. Entah guru itu belajar darimana. Mana mau pria itu mencium anak SMA yang masih bau susu bubuk– apalagi Reyna adalah muridnya. Reyna menggelengkan kepala. "Nggak boleh!"

"Kenapa?"

"First kiss saya itu cuma buat My dear future Husband Pak." Reyna berkata. Well, sebenarnya sih dia mau-mau aja. Tapi, mengingat Aldrich adalah suami orang. Jadi, dia harus bisa menahan diri. Reyna mana mau dicap sebagai pelakor.

"Oh. Ya udah." Aldrich menarik tubuhnya menjauh dari Reyna. Reyna menatap Aldrich intens. Membuat pria itu menatap Reyna heran. "Kenapa liatin saya?"

Reyna menggeleng cepat. "Enggak kok Pak. Saya mau cari cincinnya lagi."

"Ini cincin kamu bukan?" Tanya Aldrich sambil memperlihatkan sebuah cincin berwarna perak yang dia temukan dibawah meja kerjanya. Tadinya Aldrich ingin mencari Reyna karena cewek itu belum kembali juga dari toilet. Tepat didepan ruangan kerja miliknya, dia melihat pintu itu terbuka. Aldrich pikir mungkin si Mbok lupa menguncinya lagi. Namun, saat ingin menguncinya kembali, yang ditemukannya adalah keberadaan cewek yang dia cari sedang berdiri menatap seluruh isi ruang kerja tersebut.

My Perfect Teacher [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang