"Pak."
"Hm."
Reyna cemberut. Kemudian membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman. Yah, meskipun dia selalu merasa kurang nyaman jika berdekatan dengan Aldrich. Setidaknya itu akan mengurangi.
Reyna menopang dagu. Sudah 10 menit berlalu sejak kedatangannya yang di dasarkan atas perintah si guru matematika tampan itu. Tak ada yang dia lakukan, selain duduk dan melihat apa yang di lakukan Aldrich dengan kertas-kertasnya. Jika dia mau, yeah, dia pasti sudah mengambil berbagai jenis buku yang tersusun rapi di rak. Untuk sekarang sepertinya tidak. Mengingat dia ke sini dengan perut yang masih kelaparan. Dia masih belum puas makan dikantin. Tiba-tiba dia di suruh menemui Aldrich diperpustakaan oleh seorang adik kelas. Bahkan dia belum sempat menghabiskan siomay nya. Dengan mulut penuh dia berjalan ke perpustakaan. Katanya tanggung. Dia menghabiskan uang 10 ribu untuk membeli siomay kesukaannya.
Yup, perpustakaan. Tempat dimana dia berada sekarang.
Sekali lagi Reyna melirik sang guru yang masih sibuk. Di rasa bosan, akhirnya Reyna menatap seluruh penghuni perpustakaan yang hari ini kebetulan cukup banyak. Rata-rata Reyna tidak kenal dengan murid yang dengan sengaja menghabiskan waktunya diperpustakaan. Ada beberapa, seperti cewek yang duduk di meja samping mejanya, namanya Riani, kelas X, masih ada ikatan keluarga dengannya. Nada, Rita, Abdul, Santi, Azis, Dirga, dia kenal, dan tentunya si cowok kacamata Harry Potter– Atha. Dan ada satu guru yang sedang duduk tak jauh dari meja yang dia dan sang guru tempati. Pak Adi– guru matematika kelas X. Sepertinya Pak Adi sedang menunggu seseorang.
Itu pun tak lama. Bel berbunyi, mereka semua satu persatu kembali ke kelas.
Dan, Wow!
Apakah ini serius? Demi apa Reyna melihat si Snow White berada di perpustakaan. Tepat di meja didepannya. Cowok sedingin kulkas keluaran terbaru itu sedang membaca sebuah buku. Bahkan, dia baru tau kalau Bagas ternyata hobi membaca– selain berkelahi, dan makan tentunya.
Jika tidak ada Aldrich atau sedang tidak bersama Aldrich pasti Reyna sudah duduk disamping Bagas. Menanyai Bagas sejak kapan dia suka membaca, apa yang sebenarnya dia lakukan, atau jangan-jangan cowok itu nyasar?
"Kalo kamu mau nemenin si Bagas ya udah sana!" Intrupsi bernada dingin keluar dari mulut Aldrich. Reyna melirik sang guru yang lagi-lagi sibuk dengan kertas-kertasnya.
Reyna menggeleng. "Nggak. Siapa juga yang mau nemenin si Bagas."
Aldrich menatap cewek yang duduk disampingnya. Kemudian mengalihkan kembali perhatiannya pada tumpukan kertas. Baginya, melihat bertumpuk-tumpuk kertas lebih menarik daripada melihat seorang bocah yang sedang memperhatikan lawan jenisnya. Yeah, itu lebih baik.
.
.
.
Berhentilah memikirkannya bodoh!
Lagi, untuk yang kesekian kali Aldrich melirik Reyna. Masih sama, hanya saja cewek itu dengan sebuah novel yang dia ambil dari salah satu rak masih asik menatap sesuatu– ralat, seseorang didepannya.
Sudah cukup. Aldrich berdahem. Membuat cewek itu menoleh ke arahnya. Aldrich memberikan sebuah map berisi data-data nilai murid kelas XII.
"Ini apa Pak?"
"Kamu tulis nilai-nilai matematikanya."
"Semuanya?"
Aldrich mengangguk.
Bisa dibilang Reyna agak tidak ikhlas mengerjakan tugas yang diberikan Aldrich. Meski pada akhirnya dia tetap melakukannya. Mengingat dia yang terikat status 'asisten' Aldrich untuk sebulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Teacher [On Going]
Teen Fiction[1] Cuma kisah; bagaimana usaha Reyna Liberty mendapatkan cinta sang guru matematika. "Saya suka sama Pak Al... Gak papa kan?" "Belajar yang bener dulu bocah baru lamar saya." ------------------------------------------- #1 in student [08/10/2021] #2...