•10• Ngehalu Doang:v

6.1K 307 1
                                    

"Pak."

"Iya."

"Saya suka sama Bapak."

Aldrich memandang Reyna. "Saya juga." Aldrich meraih tengkuk cewek itu. Memerhatikan lebih detail wajah Reyna yang hanya 5 senti darinya. "Saya juga suka sama kamu Reyna."

Reyna terkejut. Ternyata selama ini cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Aldrich juga menyukainya. Perlahan Aldrich mendekatkan wajahnya. Reyna dapat merasakan deru nafas sang guru. Sangat dekat. Hingga bibir tak lagi mengeluarkan kata. Hanya kedua pasang mata yang terpejam menikmati sentuhan. Apakah ini mimpi?

.

.

.

"Hei!" Aldrich melambaikan tangannya didepan wajah Reyna.

Reyna terkesiap. Mencoba mengingat-ngingat. Reyna mengumpulkan lagi memorinya. Yang Reyna ingat, dia berada diruang kerja karena cincinnya yang menggelinding kesini. Kemudian tiba-tiba Aldrich datang. Aldrich yang menemukan cincinnya. Dan dia yang tak sengaja menjatuhkan sebuah frame foto seorang wanita.

"Pak."

Aldrich berjalan menghampiri. Reyna meringis. Merasakan sesuatu menetes keluar dari tangannya. Dan benar saja. Aldrich menarik tangannya. Membawanya duduk disebuah sofa.

"Tangan kamu luka." Aldrich mengambil kotak P3K yang dia simpan dilaci meja. Kemudian mulai membersihkan luka ditangan cewek itu. Meneteskan obat merah kemudian diakhiri dengan perban yang melilit kelima jarinya.

"Udah saya bilang jangan sentuh! Bandel banget jadi cewek."

Reyna hanya menunduk. Memandang tangan kanannya yang kini diperban rapi. Oke, dalam hal ini Reyna mengaku salah. Salah Reyna sendiri sudah tau itu kaca pasti tajam– dia malah menyentuh pecahan kaca tersebut untuk dikumpulkan. "Maaf Pak gara-gara saya fotonya rusak."

Reyna berkata. Membuat Aldrich tak ada pilihan lain selain menghela nafas. Lagipula dia mengaku tak sengaja dan sudah minta maaf. Permintaan maaf Reyna yang kesekian kali. Aldrich bingung, apa cewek itu hobi meminta maaf? "No problem."

Aldrich menatap foto tersebut. Sayang sekali bingkai foto tersebut harus rusak. Reyna menatapnya. "Kenapa?" Tanya Aldrich membuat cewek yang berstatus sebagai muridnya itu langsung salah tingkah.

"Eng-nggak kok Pak." Reyna menatap Aldrich lagi. Meskipun sebenarnya dia masih takut menatap manik hitam milik sang guru, namun mata itu seperti menarik dirinya untuk menatap lagi dan lagi. "Saya cuma mau nanya."

"Nanya apa?"

"Wanita yang ada difoto tadi siapa?"

"Bukan siapa-siapa."

"Masa sih? Buktinya tadi pas saya gak sengaja ngejatuhin fotonya Bapak keliatan marah banget."

"Nggak kok."

Aldrich menghela nafas. Ah, mungkin sudah saatnya dia memberitau Reyna tentang status yang sebenarnya. "Deira." Reyna melotot. Kaget. "Istri saya."

Bahkan kini Reyna tak bisa menyembunyikan ekspresi keterkejutannya. Tiga kata itu seperti menusuk menembus jantung Reyna. Sakit. Deira adalah istri Aldrich. Tapi, kenapa dia belum pernah melihat istri Aldrich? Bahkan Aldrich tidak pernah menyinggung soal keluarga maupun istrinya. "I-istri Bapak emangnya kemana? Saya kok gak liat ya?" Well, dia bahkan meremas sofa saking takutnya melontarkan pertanyaan tersebut.

Semoga Aldrich tidak marah.

Aldrich menatapnya. "Udah meninggal."

Mulut Reyna membuka sempurna. Kaget. Sedih. Prihatin. Bingung. Semua bercampur satu. Cewek itu menyesal telah menanyakan hal tersebut yang mungkin saja membuat Aldrich harus mengingat masa-masa sedihnya. Pertanyaan Reyna justru malah membuka luka lama Aldrich. "Ma-maaf Pak. Saya jadi bikin Pak Al sedih ya?"

My Perfect Teacher [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang