"Kak! Gue ikut nebeng!"
Reyhan yang tadinya ingin mendudukkan pantatnya di jok motor, harus memutar bola matanya malas melihat sang adik yang sudah berdiri didepannya.
"Ada apa sih?"
Reyna sudah terlihat rapih dengan seragam putih-abu khas anak SMA, sengaja ia setrika berulang kali hingga nyaris gosong agar terlihat licin, sepatu sudah dia cuci 3 kali, parfum kesukaannya ia semprot ke seluruh badan. Jika bukan karena Bu Gendut– sebutannya untuk Bu Rere, guru BK yang minggu kemarin memaksanya untuk melakukan ini. Hanya karena minggu kemarin Reyna lupa menyetrika seragam putih-abu, dia sampai diseret ke ruang BK. Dan untuk hari ini dia ingin menunjukkan bahwasannya Reyna adalah cewek ter-rapih sesekolah.
"Gue ikut nebeng." Ulang Reyna lagi.
"Ya udah. Ayok!" Reyhan memakai helm bermotif tengkoraknya. Reyna sudah stay di jok belakang. Dia memegang erat pinggang sang kakak. Membuat Reyhan risih karena merasa ditempeli hantu. "Saking lo jomblonya pegang pinggang gue sampe sebegitunya?"
Reyna mengerucutkan bibir. Jelas-jelas ini adalah sebuah penghinaan bagi dirinya yang termasuk kaum jomblo. "Kak Rey gak ngaca ya? Situ juga jomblo." Ejeknya.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah SMA Reyna hanya diisi perdebatannya dengan sang kakak. Membuat beberapa pengguna jalan lain menatap aneh pada mereka berdua. "Kak Rey! Tuh liat orang-orang pada liatin kita!"
"Lo nya juga yang suka cari gara-gara! Lo tuh adik siapa sih sebenernya?"
"Ya adik lo lah!"
Motor matic biru itu berhenti didepan gerbang sebuah sekolah SMA negeri. Beberapa anak sudah terlihat memasuki area sekolah. Reyna turun dari motor. Berterima kasih pada Reyhan yang jarang-jarang mau mengantarnya ke sekolah. Reyhan memakai kembali helm-nya. Cowok yang berbeda tiga tahun lebih tua dari nya, sekarang ada jam kuliah pagi. Sesegera mungkin Reyhan menstarter motornya. Meninggalkan Reyna yang masih berdiri ditrotoar jalan.
Reyna melirik jam tangannya, sudah jam setengah tujuh. Murid-murid yang lain sudah mulai berkerumun memasuki area sekolah. Berhubung dia belum sarapan. Reyna membeli nasi uduk disebrang jalan. Daripada Reyna pingsan saat upacara, lebih baik dia mengisi cacing-cacing perutnya yang sudah minta jatah.
"Nih Bi uangnya pas 7000." Reyna meletakkan selembar uang lima ribuan dan dua ribuan diatas meja. Perutnya sudah terisi penuh dengan sepiring nasi uduk dan segelas teh tawar hangat. Reyna mengambil tas ranselnya. Pelataran gerbang sudah sepi. Apa jangan-jangan dia telat karena sibuk sarapan?
Loh? Kok sepi? Gue cuma sarapan uduk 20 menit udah pada sepi gini sih?
Sekali lagi Reyna mengecek jam tangannya. Masih kurang 10 menit lagi upacara mulai. Buru-buru Reyna memasuki area sekolah. Reyna menggerutu. Mulutnya sudah merapalkan berbagai umpatan. Cewek itu menendang-nendang batu kecil. Hingga sebuah mobil silver mendekat, mengklakson membuat dirinya nyaris mati kalau dia punya riwayat sakit jantung.
Tin
Tin
"Setan eh setan!" Latah Reyna. "Bego! Mentang-mentang punya mobil sampe mau nabrak gue! Gak tau diri tuh yang bawa mobil!" Reyna menyumpahi si pengendara mobil yang hampir menabraknya. Membuat seorang cowok berkacamata melirik kearah cewek itu.
"Ngapain lo liat-liat gue Tha? Naksir? Bilang aja!"
Cowok berkacamata dengan tas ransel hitam itu hanya melengos pergi. Membuat Reyna mendengus kesal. Sudah hampir kena serempet mobil, bukannya nanya 'lo gak apa-apa kan?' cowok itu malah tampak tak peduli.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Teacher [On Going]
Fiksi Remaja[1] Cuma kisah; bagaimana usaha Reyna Liberty mendapatkan cinta sang guru matematika. "Saya suka sama Pak Al... Gak papa kan?" "Belajar yang bener dulu bocah baru lamar saya." ------------------------------------------- #1 in student [08/10/2021] #2...