•22• Rencana

4.9K 220 2
                                    

"Reyna, atas dasar apa kamu bikin keributan dikantin?"

Reyna hanya diam. Malah memainkan kedua jari tangannya yang saling bertaut. Bingung mau menjawab apa. Oke, dia mengaku salah.

Aldrich mengusap wajahnya kasar. Sudah tidak tahan dengan Reyna yang hanya diam menanggapi pertanyaannya. "Tau kan kelakuan kamu tadi bisa masuk kasus? Kamu mau kena hukuman skors?"

Reyna menggeleng. Semakin menundukkan kepalanya. Diluar dia memang tampak takut dan pasrah saja. Tapi jangan anggap remeh Reyna Liberty. Dalam hati sebenarnya sudah mengeluarkan ribuan umpatan dan sumpah serapah untuk si sekretaris Osis yang ikut ambil bagian dalam masalahnya sekarang.

Kenapa cuma gue yang dimarahin sama Pak Aldrich? Ini gak adil! Mentang-mentang si Evri tuh kesayangan para guru, jadi gue terus yang dianggap salah!

Oke, tau kok Pak Aldrich gak suka gue karena waktu itu gue bilang 'gue benci sama Evri'

Tapi gak gini juga! Gak sampe harus gue doang yang disalahkan disini!

"Tidur dijam pelajaran, bolos, main pukul anak orang, udah tiga peraturan yang kamu langgar Nona Liberty. Sudah bosan sekolah?"

"Nggak gitu Pak. Saya—"

"Diem dulu!" Aldrich menjeda kalimatnya. Meneliti sebentar ruangan tempat mereka berdua sekarang. Perpustakaan. Yeah, tempat yang hening dan jauh dari kebisingan. "Saya kayak gini bukan berarti saya kejam sama kamu. Saya marah karena peduli. Kamu itu tanggung jawab saya sebagai guru, dan kamu sebagai—"

"Murid." Reyna menambahkan. Dia murid Aldrich. Tidak ada yang lebih dari status 'guru dan murid'. "Saya tau kok. Saya aja yang terlalu ngarep."

Aldrich mengernyit. "Maksud kamu?"

Bego lo Reyna!

Reyna merutuki kebodohannya. Apa yang harus dia jawab? Tak mungkin kan dia bilang 'kalau dia suka sama Pak Aldrich'? Dia masih punya remah harga diri, omong-omong.

"Oke. Lupain."

Reyna menghela napas. Untung saja Aldrich bukan tipe orang yang kepo'an. Untuk kali ini mungkin dia selamat. "Bapak gak akan laporin hal ini ke Bu Rere kan?"

"Maunya sih nggak. Tapi karena yang liat kejadian tadi bukan cuma saya aja, besar kemungkinan ada salah satu murid yang laporin kamu."

And yeah, Reyna hanya bisa pasrah kalau sudah begini. Ditatapnya sang guru yang sekarang tidak semarah tadi. Bersyukur Aldrich tidak akan melaporkan kasusnya pada Bu Rere. Namun, yang jadi ketakutannya adalah siapa-orang-yang-akan-melapornya?

Oh, tentu saja si sekretaris sok tulen yang pasti bakal lapor-lapor manja. Mengingatnya saja sudah membuat Reyna jengah. Apalagi sikap baik, perhatian, tulen, rajin, dan lainnya yang jadi kebanggan seorang Evriyani cuma topeng belaka. Dasar Nenek lampir!

"Pak, kalo misalnya saya beneran dilaporin ke Bu Rere gimana?"

"Berarti kamu bakal satu geng sama Denis dan teman-temannya." Jawab Aldrich enteng.

"Huh."

"Lagian, kamu itu cewek Rey. Tapi kelakuan mirip cowok. Mau jadi apa nanti dewasa?"

Reyna memang cewek, tidak usah diragukan. Tapi urusan sikap? Sudahlah lupakan. "Mau jadi calon yang baik."

Aldrich tersenyum. Menampilkan gigi putihnya yang rapi. Well, suasana sudah lebih santai, tidak semencekam tadi. Lumayan cukup untuk membuat Reyna tak memikirkan kasusnya lagi. "Calon apa?"

"Calon is— ups!" Reyna langsung mengatupkan mulutnya. Hampir saja dia bilang mau jadi istri yang baik. Bisa malu nanti. Apalagi Aldrich adalah orang yang dia cintai. "Calon apa aja, yang penting baik. Soalnya saya kan jahat."

My Perfect Teacher [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang