Juli mulai berganti agustus, pengumuman tentang kemah mulai beredar dikalangan kelas 10, termasuk kelasku sendiri, banyak yang ribut karena takut tidak satu sangga (regu).
Hari itu aku malas membahasnya, bahkan undangan persetujuan orang tua sudah dibagikan, aku langsung menaruhnya ditas tanpa membaca apa isinya seperti yang dilakukan anak-anak lainnya.
"Del, kira-kira kamu ikut kemah nggak?" Hilwa bertanya padaku dengan wajah serius seakan-akan dia adalah detektif yang sedang mengintrogasi pelaku kejahatan.
"Ikut, Hil, itu kan wajib buat kelas 10"
Jawabku datar."Yess! Semoga kita se-sangga ya Del, sama Elen juga"
"Nggak bakal deh kayanya, soalnya kata kakak aku, pembagian sangganya itu diacak biar saling kenal"
"Nggak seru dong!!" Tiba-tiba Elen nyerobot pembicaraanku dengan Hilwa.
"Tapi kitakan tetep ketemu Len"
"Ihhh, kayanya kamu seneng deh kalo kita kepisah"
"Nggak Elen, siapa juga yang suka kalo harus pisah sama sahabat karib, cuma aku lagi nggak mood aja bahas kemah"
Aku menyendakan kepalaku di tembok kelas, seperti tidak punya tenaga hari itu.
"Kenapa sih Del? Gara-gara kak Raffa yah?" Kata Hilwa sambil mengelus kepalaku.
"Aku butuh sandaran 😢" air mataku mulai tak terbendung.
"Ulululu anak emak.." Elen merangkulku seakan-akan dia memang ibuku.
Ini hal yang paling membuatku menjadi seseoramg yang teramat beruntung memiliki sahabat seperti mereka.
Mereka selalu ada untukku saat aku senang atapun saat aku butuh tempat untuk bersandar dan melepas semua bebanku.
"Yang sabarnya Del" Hilwa juga ikut merangkulku.
Oh tuhan kumohon jagalah para sahabatku ini, lindungah mereka dari segala maha bahaya.
Oh yah, sebenarnya masalah tentang kak Raffa itu belum benar-benar selesai, aku sedikit malas membahasnya tapi karena aku baik aku akan bercerita.
Beberapa hari setelah kejadian tentang cerita Elen, besoknya aku bercerita pada kakakku, kebetulan dia satu sekolah denganku ditambah 1 jurusan, kakaku kelas 12 TKJ 1.
Baiklah langsung saja pada inti cerita.
Saat pulang sekolah aku langsung menemui kakaku dikamarnya, saat itu kakaku sedang mendsain spanduk pesanan dari sekolah untuk kemah nanti.
"Kak"
"Hmmm, apa?" Dia tidak berpaling dari layar monitor komputernya.
"Kakak kenal kak Raffa Wahyu Permana nggak?
"Kenal, dia adik kelas kakak kan?"
"Ya iyalah"
"Terus?"
"Kalo misalnya aku suka sama kak Raffa gimana?"
"Itu hal yang wajar dirasakan anak seusia kamu dek, dan kakak lega kalo kamu suka sama cowok" katanya sambil mengacak-acak rambutku.
"Ahh, kakak mah bercanda terus!"
"Tapi benerkan dek? Kenapa kamu harus marah coba?"
"Maksud aku..."
"Sifat Raffa?" Belum aku selesai berbicara kakaku tahu tentang arah pembicaraanku.
Aku hanya mengangguk kecil.
"Kakak sih nggak pernah ngelarang kamu suka sama dia, tentang latar belakang atau pun sifat dia, itu resiko kamu dek"
"Kakak nggak ada masukan gitu?"
"Dek (sambil membenarkan duduknya) temen kakak dulu pernah jadi korban Raffa, namanya Putri"
"Terus?"
"Yahhh, dia deket banget sama Raffa sampe-sampe ada panggilan sayang segala, ehh dipertengan jalan, Raffa pergi gitu aja tanpa ada kata-kata, seakan-akan mereka berdua nggak pernah kenal satu sama lain, Putri jelas marahlah, dan akhirnya Putri trauma kalo deket sama adik kelas, takut dikadalin lagi katanya"
Jelas kakakku panjang lebar, aku hanya menjadi pendengar yang setia, tapi hatiku rasanya tersayat sekali.