35. Hari-hari biasa.

990 29 0
                                    

   Udara pagi yang dingin membuatku terbangun. Aku mencari hpku ditumpukan bantal-bantal, tidak ada notifikasi pesan dari siapa pun.

Aku beranjak dari tempat tidur, membuka jendela kamar, dan menghirup udara pagi yang sejuk sekali.

5 menit setelah sholat subuh, hpku berdering pendek.

"Kak Wildan?" Batinku saat membuka hp.

To: Adella
From: Kak Wildan
Pagii.. jgn lupa ini masih hari kamis, bukan minggu.. jadi jgn lupa bangun

Aku tersenyum sendiri membaca pesan singkat kak Wildan, pesannya terihat kikuk sekali.

Aku tidak membalasnya, membiarkan dia sedikit merindukanku. Yahhh... walau sekejap.

****

Aku berangkat seperti biasa diantar sekolah oleh kak Ardi dengan motor jupiter lamanya.

Tidak ada yang istimewa hari ini, sama seperti hari-hari biasanya, walaupun kenyataannya aku berhasil meluluhkan hati sosok Wildan Prameswara.

"Dell!!" Kejut Elen saat aku sampai di depan kelas.

"Hmmm?" Aku hanya bergumam.

"Kabarnya baik kan?" Tanya Elen lagi.

"Baik dong!! Kak Wildan kan udah nembak aku.." aku memberitahu Elen dengan santai.

"What the fakk.. serius Del?!! Tega bangeg nggak kasih tau!!"

"Sorry Len, habis waktu itu aku terlalu bahagia.. yahh walaupun kak Wildan nggak ngajak pacaran sih.."

"Terus ngajak apa dong?"

"Nikah.."

"Bullshit!"

"Hahaha iya... iyaa.. dia cuma ngajak njalin komitmen aja"

"Tanpa status?" Tanya Elen kepo.

"Mungkin"

"Serius bakal kuat?"

"Doain"

"Asiyappp"

****

Selama jam pelajaran pikiranku terus saja tentang kak Wildan. Aku berusaha fokus dengan pelajaran, tetap saja! Kak Wildan muncul dalam benakku.

"Del!" Panggil Putra, disebelahku.

"Apa?"

"Pinjem pulpen"

"Gaada cuma satu"

"Pelit!!" Putra mulai memancing kegaduhan kecil.

"Dasar aja, kamu sekolah nggak niat sekolah"

"Lupa belii Delll!!"

"Koperasi deket.."

"Kentut.."

"Prettt..." jawabku sambil menonyor kepala botak Putra.

Bel pulang masih lama sekali. Adzan duhur aja baru berkumandang.

Aku, Elen, Hilwa, dan beberapa temen perempuanku bergegas pergi ke kantin untuk makan siang.

Jangan tanya kenapa nggak sholat dulu?

Dikelasku itu, nomer satu selain tidur itu makan! Padahal sering dinasehatin guru agama. Tapi masih tetep aja begitu.

Kalo disuru sholat dulu pasti jawabnya.

"Nanti keloter ke-2, lebih lega, air wudhunya juga banyak "

Selalu begitu, entah kapan berubah, tapi bagi readers jagan ditiru yah...

Saat jalan kek kantin aku berpas-pas-an dengan kak Wildan. Elen menyenggol lenganku, untuk memberi isyarat.

Aku melihat ke arah kak Wildan yang hendak mengambil air wudhu.

Dia tersenyum padaku, jujur aku sedikit canggung membalas senyumnya, karena kondisi yanh sedang ramai.

Aku terus melihatnya berjalan dan hilang disegerombolan murid-murid lainnya.

"Ekhemmm.. pantengin terus pantang mundur" Elen meledekku.

"Apaan sih Len?"

"Cieee... cieee.."

"Mmmmm.."

"Akhirnya Adella bahagia juga"

"Dari kecil juga aku udah bahagia Len"

"Masa?"

"Bodo!"

"Ciaaa marah, jangan suka marah Del, nanti Wildan jadi takut.."

"Biarin.."

Aku membuang muka malas. Perkataan Elen membuatku tersipu.

****

Langit mulai gelap, bel pulang sudah berbunyi 3 menit lalu. Aku masih menunggu Elen piket. Jujur aku malas sekali menunggu!

"Yuk pulang Del!" Kata Elen sambil membenarkan kerudung hitamnya.

"Lama!"

"Biar bersih"

"Nunggu itu nggak enak tau nggak"

"Udah nggak usah ribut, udah sore nih!" Elen mulai mengakhiri perdebatan.

Didepan gerbang sekolah, aku melihat motor jupiter warna merah maroon terparkir dengan dua helm diatas kaca sepionnya.

"Kaya kenal?" Batinku.

"Kenapa Del?"tanya Elen melihatku heran.

"Nggak" aku hanya menjawabnya ngasal.

"Yaudah kamu pulang duluan aja Len, aku masih nunggu kak Ardi"

"Okeh! Hati-hati ya Del"

"Hmmm" aku tersenyum simpul pada Elen lalu bergegas melihat sosok yang sedang berdiri membelakangi motor jupiter itu.

"Kak Wildan?" Panggilku saat melihat sosok itu.

Kak Wildan hanya tersenyum

"Kak Wildan belum pulang?"

"Belum"

"Nungguin temen?"

"Nggak!"

"Terus?"

"Kamu!"

Mungkin sekarang pipiku mulai memerah mendengar ucapan kak Wildan. Dia memang suka begitu, kadang dingin terkadang hangat sekali.

"Kamu tauu? Orang lain bisa berpendapat, kalau langit senja adalah keindahan yang tidak ada duanya. Bagiku itu tak seberapa! Ketika aku melihat senyummu merekah seperti bunga melati dipagi hari"

- Wildan Prameswara, 1 Oktober 2018.


Bantara dan LaksanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang