32. Pulang Bareng

962 40 0
                                    

"Jam segini becak udah nggak ada, biar saya antar kamu pulang.."

****

Aku jalan dibelakang kak Wildan, langkahnya terlalu sulit untuk disamakan, bahkan aku sering berhenti untuk mengatur nafas.

Sebenernya dia jalan apa lomba jalan cepet sih?

Setelah sampai di parkiran, dia menyuruhku menunggunya ditepian jalan.

Aku hanya mengangguk, dan melihat tas coklat besarnya hilang di belokan tempat parkir.

Sekitar 5 menit aku menunggu, yang di tunggu nongol juga.

Jujur penampilan kak Wildan jadi lebih keren dengan helm putihnya ditambah jaket abu-abu yang menutupi seragam eksekutifnya.

"Yuk naik..!" Kata kak Wildan melirikku dikaca sepion.

"Ohhh... iy.. yhaa.." jujur aku sedikit gugup.

"Kak.."

"Hmm?"

"Nggak bisa naik, jok motornya terlalu tinggi.." aku berkata jujur.

Kak Wildan memajukan sesikit sepeda motornya ke arah trotoar, agar aku bisa menjangkau jok motor.

"Udah.." aku memberi aba-aba padanya.

****

Di perjalanan pulang, tidak ada omongan diantara aku dan kak Wildan.

Hembusan angin sore masuk kedalam telingaku, membuatku merinding.

Apa yang kalian bayangkan?
Aku memeluk pinggang kak Wildan?

Itu tidak mungkin terjadi.

Tas besar kak Wildan jadi penghalang antara aku dan dia. Karena aku bukan makramnya.

Sesekali aku mencengkram kencang tas kak Wildan agar tidak jatuh.

Tunggu...?

"Dari mana dia tau alamat rumahku..?
Bahkan ini pertama kalinya kak Wildan mengantarku pulang..."

Sesekali aku mengerutkan dahi, terkadang sifat kak Wildan membuat hati dan pikiranku, tidak sejalan.

****

"Kak Wildan berhenti di gang itu aja..!!!" aku memberinya aba-aba untuk berhenti, suara angin mengaruskan aku, menyingkirkan sedikit keanggunan perempuan dengan berteriak.

"Hmmm..." dia hanya bergumam.

"Makasih kak.."

"Iyah..." jawab kak Wildan sambil menutup kaca helmnya lalu pergi.

"Ehhh...!! Kak belum salam!!" Aku sedikit berteriak seperti orang gila.

Membiarkan motor kak Wildan hilang di persimpangan jalan.
"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam" aku mengucapkan dan membalas salamku sendiri.

Aku jalan menelusuri gang. Aku bingung, hari ini aku harus bahagia atau tidak?

Lupakan!!

Sekarang aku harus memikirkan jawaban untuk pertanyaan dari ibu atau kak Ardi.

"Adella pulang sama siapa?"

****

"Ibuu....!!!" Aku berteriak didepan gerbang rumah.

"Iyahh bentar..." jawab ibu dari dalam.

"Adella dari mana aja?" Belum juga masuk ibu sudah menyerangku.

"Tadi temen Adella ulang taun terus ditraktir es kelapa bu.." aku sedikit berbohong.

"Terus pulang sama siapa?"

"Dianter sama supir temen Della bu..."

"Temen yang mana sih ndo..?"

"Yang rumahnya deket pasar.." aku terus menjawab pertanyaan ibu, sambil melepas sepatuku.

"Kak Ardi cemas kamu nggak pulang ndo.."

"Kan Della udah kabarin kak Ardi bu.."

"Nggak ada pesan masuk!!" Suara kak Ardu memotong pembicaraanku.

"Masa..?" Aku yakin sudah memberi kabar kak Ardi kalau aku pulang sedikit terlambat.

"Cek aja sendiri.." jawab Kak Ardi jutek.

Aku segera merogoh tas sekolahku, mencari hp.

"Oh iya.. Della lupa nggak ada pulsa.." aku merasa bersalah pada kak Ardi.

Dia sudah capek-capek menjemputku, tapi yang dijemput malah asik sendiri dengan dunianya.

~POJOK QUOTES
"Thomas Alva Edison aja harus melakukan 1000 kali percobaan untuk berhasil membuat lampu, kamu yang baru beberapa kali percobaan untuk mendapatkan hatinya saja sudah menyerah! Gimana mau berhasil?"

Adella Anggun Ramadhani, 07 September 2018.



Bantara dan LaksanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang