31. Kencan

948 34 3
                                    

     Kapan pulang...
           Kapan pulang....
                 Kapan pulang....

Aku terus bergumam sendiri, aku tidak bisa konsetrasi lagi. Kakiku terus ku goyang-goyangkan.

Keringat dingin membasahi dahiku. Entah aku harus bahagia atau tidak, walaupun ini bukan kencan yang mewah seperti para sejoli lakukan.

Tapi ini pertama kali aku bertemu empat mata dengannya.

Guru belum juga mengakhiri mapel jam terakhir. 17 menit terasa sangat lama bagiku.

Teng... teng... teng...

"Akhirnya tuh tiang bendera dipukul juga"
Begitu kira-kira isi pikiran semua murid, hari ini disekolah listriknya padam, jadi bel diganti dengan suara tiang bendera yang dipukul-pukul.

Aku segera bergegas membereskan semua perlengkapan sekolah dan memasukakkannya acak kedalam tas.

"Delll!! Mau kemana?" Elen menarik-narik tanganku.

"Aduhhh... aku ada urusan penting Len!! Nanti aja yahh.." aku berusaha melepaskan tanganku dari cengkraman Elen.

"Oke!" Akhirnya Elen mengerti situasiku.

"Anakku sudah besar..." Elen mulai gila!

****

Aku berlari menerobos para siswa, aku takut kak Wildan menungguku terlalu lama.

"Huhhfff... samphee.. jgha..." nafasku tersenggal-senggal.

Mataku mencari se-sosok orang yang mengajakku bertemu hari ini. Dia belum datang?

****

Hampir 12 menit aku menunggu depan gerbang sekolah. Berasa menunggu yang tidak pasti aja.

"Maaf.. saya telat, tadi ada yang harus saya selesaikan di kelas" seseoramg mengagetkanku, dengan tas setengah dipundak jaket ditangan kirinya, seragam yang mulai lusuh.

Dia lari? Terlihat jelas dia tersenggal, tapi kak Wildan menutupi itu semua.

"Yahh.. nggak papa kak.." aku tersenyum simpul.

Tanpa basa-basi lagi kak Wildan beranjak pergi ke arah warung es kelapa muda depan sekolah.

Suasananya cukup ramai, banyak siswa putra maupun putri berlalu lalang membeli es kelapa.

Aku duduk dekat pohon mangga berdua dengan kak Wildan.

"Bu.. es kelapa dua 1 pake gula putih 1 pake gula merah, yang pake gula putih banyakin airnya dari pada kelapanya" kak Wildan mulai memesan es kelapa untuk ku dan dia.

Saat dia berbicara rasanya sejuk sekali, baru kali ini aku mendengar suara kak Wildan yang hangat dan tidak sedingin biasanya.

"Bentar, kok dia pesenin es kelapa aku pake gula merah? Tinggal disamain aja emang apa bedanya?" Aku masih berkutat dengan dunia khayalanku.

"Wildann! Ambil esnya sendiri ibu lagi repot!" Teriak perempuan parubaya dengan kerudung manik-manik warna hijaunya yang mulai basah karena keringat.

Tanpa dipanggil 2 kali kak Wildan langsung beranjak dari tempat duduknya lalu mengambil 2 gelas es kelapa yang sudah dia pesan.

"Es kelapa dengan gula merah" dia menyodorkan 1 gelas besar es kelapa didepan mejaku.

"Kamu suka maniskan?" Kak Wildan kembali bersuara.

"Iyah.." aku menjawabnya bingung.

"Gula merah cocok untuk orang yang suka manis" kak Wildan meneguk esnya hampir habis dengan sekejap.

"Dia haus? Atau doyan sih? Bahkan aku masih mengaduk-aduk es kelapaku, 1 daging kelapa aja belum aku makan, dia udah habis"

Kak Wildan menatapku, kemudian kearah gelas esku.

Aku segera meneguk hampir setengah gelas, lalu kembali menatapnya.

"Kak Wildan mau ngomong apa?" Aku mulai buka suara.

"Saya minta maaf soal kemarin" jawab kak Wildan sambil memainkan es batu.

"Soalnya mana?"

"Pak budi" jawabnya lagi datar.

"Oh.. aku aja udah lupa kakak masih inget aja.. gausah terlalu dipikirin kak.." aku berlaga benar-benar lupa soal kejadian itu, padahal tiap hari aku selalu mengingat kejadian itu.

Miris....

"Udah sore, kamu pulang dijemput?" Tanya kak Wildan sambil menaruh uang lembaran 10 ribu di atas meja lalu dia meletakkan gelas diatasnya.

"Naik becak.." jawabku asal, entah masih ada becak atau tidak jam segini.

"Jam segini becak udah nggak ada, saya antar kamu pulang"

"Hah..!" Aku nggak salah denger kan?
Kak Wildan nganter aku pulang?

Terimakasih sore.. kau buat hati bekunya sedikit mencair dengan matahari senja...





Bantara dan LaksanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang