43. Tolong Jangan Pergi.

764 25 0
                                    

Aroma obat menusuk hidungku, kepalaku terasa berat. Dimana aku? Apa yang terjadi sampai aku seperti ini.

Tubuhku terasa lemas sekali, keringat dingin mulai bercucuran.

Aku ingin pulang...

Perlahan ku buka mataku, hampir semua teman kelasku ada di UKS.

"Dell?" Panggil Hilwa.

Aku hanya tesenyum lemah.

"Kamu baik-baik aja kan?" Timpalnya lagi.

"Pihak sekolah udah nelfon ibu kamu, mungkin sekarang udah diperjalanan, sabar yah.." ucap Elen.

Tidak terlalu lama setelah aku sadar, ibu dan kak Ardy datang.

"Dek...!" Panggil sosok parubaya itu.

Kak Ardy menatapku nanar. Lalu bergegas menggendongku ke dalam mobil.

Ketika mobil hendak meninggalkan sekolah, aku melihat kak Wildan diteras masjid.

Sorot tajamnya sudah hilang kini yang ada sorot mata yang polos seperti biasanya.

Apakah dia khawatir?

****

"Sebenarnya putri saya ini sakit apa dok?" Tanya ibu kepada dokter yang memeriksa keaadanku.

"Tidak papa bu.. hanya depresi ringan, mungkin kurang istirahat" jelas dokter.

"Depresi?" Ibu kembali bertanya.

"Ini ada beberapa resep obat untuk putri ibu"

"Makasih dok"

"Sama-sama"

Ibu pergi mengantarkan dokter ke depan, lalu ku lihat kak Ardy yang dari tadi ragu untuk melihat kondisiku.

"Dek! Maafin kak Ardy yah.." ucapnya lembut.

Aku mengangguk kecil.

"Kak Ardy salah... harusnya kak Ardy tau kalau semangat Della itu Wildan"

"Ga papa kok kak"

"Tenang aja, Wildan nggak bakal marah kok!"

"Hah kok kak Ardy bisa tau kalo kak Wildan nggak bakal marah?"

"Pasti nanti kamu tau sendiri"

"Yaudah sekarang kamu istirahat yah"

"Hmmm..."

Aku mencari-cari ponselku. Sudah 2 jam aku pulang cepat dari sekolah, tapi kak Wildan belum juga menghubungi ku.

Apakah dia tidak peduli lagi?

Kak Wildan terlihat benar-benar marah. Aku bodoh!!

Ku kecewakan orang yang sudah percaya padaku. Sudah teramat peduli padaku. Bahkan berani mengubah hidupnya untukku.

Aku bodoh!!

Sakit membuatku hanya bisa terbaring ditempat tidur. Aku hanya bisa menatap senja dari kejauhan.

Ku coba beberapa kali menghubungi kak Wildan untuk meminta maaf tapi tidak ada jawaban.

****

Keesokan harinya, aku dirumah hanya berdua dengan kak Ardy. Ibu harus pergi ke acara mingguan istri TNI.

Bosan menyelimuti pagiku. Tubuhku masih saja lemas. Dan ibu masih terus menyuruhku tidak beranjak dari tempat tidur sampai keaadanku benar-benar stabil.

"Dek ada tamu" ucap kak Ardy yang tiba-tiba masuk kamarku.

"Lain kali ketuk pintu dulu kak! Aku kaget tau"

"Iya.. maaf habisnya terburu-buru"

"Emang siapa tamunya kak?" Tanyaku.

"Liat aja sendiri"

Aku mencoba bangkit dari kasur. Berjalan lunglai ke bawah.

"Siapa sih? Elen? Atau Hilwa?" Batinku.

Lalu ku lihat seseorang dengan hoodie kuning berdiri membelakangiku.

"Siapa yah?" Tanyaku.

"Saya" jawabnya sambil membalik badan.

Aku benar-benar tidak percaya dengan kejadian ini. Kak Wildan menjengukku? Pakai hoodie kuning? Yellow is favorit color.

"Kak Wildan?"

"Geet welson Adella" ucapnya dengan nada khas.

"Thank's... apa ini? Kuning?" Aku masih terlihat bingung.

"Iyah.. saya merubah warna hidup saya"

"For me?"

"Yeah.."

"What happen?"

"Nothing"

"Sungguh?"

"Saya merubah semuanya untuk mendapatkan mu"

"Tidak perlu berubah, aku cuma perempuan biasa kak, aku nggak sempurna"

"Kamu sempurna Adella"

"Nggak... aku sempurna karena kak Wildan"

"Adella"

"Iya.."

"Jangan menjauh lagi yah.."

"Iyaaahh..."

"Ini... tadi saya.. eh aku lewat toko donat kesukaan kamu"

"Bahasa baku juga nggak papa kok" aku tersenyum melihatnya yang berusaha berbicara tidak baku.

"Saya akan mencoba"

"Thank's"

"Kak Wildan tau lagu Best Part dari Daniel Caesar?"

"Nggak.."

"Nanti pulang kak Wildan harus dengerin lagunya"

"Kenapa?"

"Ada penggalan lirik yang aku suka dari lagu itu, dan itu untuk kak Wildan"

"Lirik?"

"Iyaa.. yang artinya jika hidup ini adalah film, maka kau lah bagian terbaiknya"

Bantara dan LaksanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang